PM Israel Benjamin Netanyahu. (EPA-EFE)
Willy Haryono • 11 August 2025 12:47
New York: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membela rencana negaranya untuk “mengambil kendali” atas Kota Gaza, meski mendapat kecaman keras dalam sidang darurat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat.
Dalam konferensi pers di Yerusalem yang disebutnya digelar untuk “meluruskan kebohongan,” Netanyahu menegaskan bahwa operasi militer di Gaza adalah cara terbaik untuk mengakhiri perang. Ia menyebut operasi akan berlangsung “cukup cepat” dan “membebaskan Gaza dari Hamas.”
Mengutip dari BBC, Senin, 11 Agustus 2025, Netanyahu menolak tuduhan bahwa Israel membuat warga Gaza kelaparan, dan mengklaim para sandera Israel di Gaza adalah “satu-satunya yang sengaja dibuat kelaparan."
Di sisi lain, Inggris, Prancis, Denmark, Yunani, dan Slovenia mendesak agar rencana Netanyahu dibatalkan karena berisiko melanggar hukum kemanusiaan internasional, tidak membantu pembebasan sandera, dan justru mengancam nyawa mereka.
Tiongkok menyebut “hukuman kolektif” terhadap warga Gaza tidak dapat diterima, sementara Rusia memperingatkan potensi “eskalasi pertempuran yang sembrono."
PBB memperingatkan bahwa jika rencana dijalankan, dampaknya bisa memicu bencana baru di Gaza, memicu gelombang pengungsian paksa, kematian, dan kerusakan besar. Pejabat kemanusiaan PBB juga menegaskan bahwa krisis kelaparan di Gaza kini bukan lagi ancaman, melainkan “kelaparan murni”.
Amerika Serikat tetap membela Israel. Duta Besar AS Dorothy Shea menyebut pertemuan di DK PBB justru merusak upaya pembebasan sandera, dan menegaskan perang dapat segera berakhir jika Hamas membebaskan mereka. Ia juga membantah tuduhan genosida terhadap Israel.
Sementara itu, ribuan warga Israel turun ke jalan memprotes rencana pemerintah, khawatir operasi militer di Gaza akan mengorbankan nyawa para sandera. Netanyahu mengungkapkan pasukan pertahanan Israel telah diperintahkan menghancurkan dua benteng terakhir Hamas di Kota Gaza dan kawasan al-Mawasi.
Rencana tersebut mencakup tiga langkah peningkatan bantuan kemanusiaan, termasuk penetapan jalur aman, penambahan titik distribusi bantuan yang dikelola Gazan Humanitarian Foundation (GHF), serta penyaluran bantuan udara. PBB sebelumnya melaporkan lebih dari 1.300 warga Palestina tewas saat mencari bantuan sejak akhir Mei, ketika GHF mulai beroperasi.
Netanyahu menuding Hamas merampas truk bantuan secara paksa, dan menyebut sebagian besar tembakan di lokasi GHF dilakukan oleh Hamas. Ia juga mengkritik media internasional yang menurutnya termakan propaganda Hamas, bahkan menyebut beberapa foto anak-anak Gaza yang kekurangan gizi sebagai “palsu."
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas, lima orang meninggal akibat kelaparan sejak Sabtu, menambah total korban tewas menjadi 217 orang.
Secara keseluruhan, lebih dari 61.000 orang dilaporkan tewas sejak kampanye militer Israel dimulai pada 2023, menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.
Baca juga: Netanyahu Klaim Serangan Baru ke Gaza akan Segera Dimulai