Surabaya: Program Sekolah Rakyat (SR) yang digagas pemerintah untuk mendidik anak-anak dari keluarga kurang mampu di Jawa Timur menghadapi tantangan. Jika sebelumnya ada murid batal masuk, kini sejumlah guru yang seharusnya mengajar di SR memilih mengundurkan diri sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.
"Memang menyatakan tidak bisa melanjutkan untuk mengajar, istilahnya guru ini bukan mundur, karena memang belum sempat masuk sekolah," kata Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jatim, Restu Novi Widiani, saat dikonfirmasi, Kamis, 7 Agustus 2025.
Salah satu faktor guru mengundurkan diri mengajar di SR, lanjut Novi, karena masalah jarak tempat tinggal guru yang terlalu jauh dari lokasi sekolah. "Sehingga ada guru mengundurkan diri," jelas Novi.
Meski tak merinci jumlah pasti guru yang mundur, Novi menyebut jumlahnya lebih dari satu orang dan tersebar di beberapa lokasi. “Mungkin karena domisili yang menjadi pertimbangan utama. Tidak semua lokasi mudah dijangkau,” ungkap Novi.
Guna mengisi kekosongan, Dinsos Jatim telah berkoordinasi dengan kepala sekolah dan Kementerian Sosial (Kemensos). Namun, Novi menegaskan bahwa perekrutan guru bukan hanya tanggung jawab Kemensos, melainkan juga Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Mencari guru untuk SR memang tidak mudah. Mereka bukan hanya mengajar di kelas, tapi juga berperan sebagai orangtua bagi anak-anak. Karena mayoritas siswa berasal dari keluarga miskin kategori Desil 1 dan 2, dan tinggal di sistem boarding school,” ucap Novi.
Meski menghadapi sejumlah kendala, Novi memastikan bahwa program SR terus berjalan. Saat ini sudah ada 15 sekolah yang beroperasi: 12 di antaranya masuk dalam tahap 1A, dan tiga lainnya tahap 1B yang mulai berjalan sejak awal Agustus. Empat SR tambahan dijadwalkan beroperasi pada pertengahan bulan ini.
“Tahun ini total di Jawa Timur akan memiliki 19 Sekolah Rakyat yang siap menerima siswa,” ujar Novi.