Ilustrasi. Metrotvnews.com.
M Ilham Ramadhan Avisena • 18 August 2025 17:33
Jakarta: Pembebasan bersyarat kepada Setya Novanto boleh jadi telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Namun, aturan tersebut dinilai perlu untuk diperbaiki. Itu karena seharusnya hakim yang dapat menentukan terpidana layak diberikan keringanan atau tidak.
Pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat saat ini merupakan kewenangan dari Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan. Sementara pidana diputus oleh hakim di dalam pengadilan.
"Itu harusnya menjadi putusan hakim. Bukan menjadi kewenangan dari pemerintah. Karena penjatuhan pidana itu kewenangan hakim, jadi kami justru menggunakan argumentasi MA untuk mengkritik putusan MA itu sendiri," ujar peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman saat dihubungi, Senin, 18 Agustus 2025.
Mekanisme pemberian remisi atau pembebasan bersyarat yang kini ada di tangan pemerintah dinilai menimbulkan bias. Zaenur menilai hal itu akan lebih tepat jika dilakukan oleh hakim berdasarkan fakta yang ada terhadap terpidana calon penerima remisi atau pembebasan bersyarat.
Remisi atau pembebasan bersyarat yang dianggap terlalu mudah untuk diberikan, utamanya bagi pelaku korupsi, dapat menekan efek jera yang seharusnya diterima. Boleh jadi, jika mekanisme saat ini terus berlaku, para koruptor hanya akan menerima hukuman badan yang relatif ringan dan singkat.
"Kalau mudah keluar seperti sekarang ini, efek jeranya menjadi tidak ada. Aturannya yang kami persoalkan. Dampaknya adalah hilangnya efek jera," imbuh Zaenur.
"Ke depan harus ada perubahan tentang bagaimana kewenangan memberikan remisi, kewenangan memberikan pembebasan bersyarat," lanjut Zaenur.
Baca juga: Setnov Bebas, KPK Ingatkan Korupsi KTP-el Kejahatan Serius |