Tolak Proposal Mesir, AS Sebut Kondisi Gaza Sudah Tidak Layak Huni

Kehancuran akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza. (Anadolu Agency)

Tolak Proposal Mesir, AS Sebut Kondisi Gaza Sudah Tidak Layak Huni

Willy Haryono • 5 March 2025 15:02

Washington: Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump secara resmi menolak proposal rekonstruksi Gaza yang didukung dan diadopsi negara-negara Arab.

Washington menegaskan tetap berpegang pada visi mereka sendiri, yang mencakup pengusiran warga Palestina dari Gaza serta mengubah wilayah terkepung itu menjadi kawasan wisata eksklusif yang dikelola Negeri Paman Sam.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes, dalam pernyataan resminya di hari Selasa mengatakan bahwa proposal yang diadopsi di Liga Arab itu tidak mempertimbangkan kondisi Gaza saat ini yang dinilai sudah tidak layak huni.

"Usulan saat ini tidak menangani kenyataan bahwa Gaza dalam kondisi tidak layak ditinggali, dengan puing-puing serta amunisi yang belum meledak tersebar di mana-mana," ujar Hughes, seperti dilansir dari CNN, Rabu, 5 Maret 2025.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Trump tetap berkomitmen untuk membangun kembali Gaza tanpa kehadiran kelompok pejuang Palestina, Hamas. 

"Presiden Trump tetap berpegang pada visinya untuk merekonstruksi Gaza yang bebas dari Hamas. Kami berharap dapat melanjutkan pembicaraan lebih lanjut guna mencapai perdamaian dan kesejahteraan di kawasan ini," tambah Hughes.

Proposal Rekonstruksi Gaza dan Sikap Israel

Rencana rekonstruksi pascaperang yang diajukan Mesir mencakup pengalihan kekuasaan dari Hamas kepada pemerintahan sementara hingga Otoritas Palestina (PA) yang telah direformasi dapat mengambil alih kendali penuh. Proposal ini memungkinkan sekitar dua juta penduduk Gaza tetap tinggal di wilayah tersebut, berbeda dengan rencana yang diajukan oleh Trump.

Namun, Israel secara tegas menolak keterlibatan PA dalam mengelola Gaza. Israel menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan kendali keamanan jangka panjang atas Gaza dan Tepi Barat, wilayah yang direbut dalam perang Timur Tengah 1967 dan yang diklaim Palestina sebagai bagian dari negara masa depan mereka.

Proposal senilai USD53 miliar yang didukung negara-negara Arab menargetkan rekonstruksi penuh Gaza pada 2030. Fase pertama mencakup pembersihan lebih dari 50 juta ton puing akibat serangan udara Israel serta pengangkatan amunisi yang belum meledak.

Ketidakpastian Gencatan Senjata dan Tekanan terhadap Hamas

Gencatan senjata di Gaza, yang telah berlangsung sejak 19 Januari, kini berada dalam ketidakpastian setelah fase pertamanya berakhir pada Sabtu lalu. Israel mendukung usulan alternatif dari AS untuk memperpanjang gencatan senjata serta membebaskan lebih banyak sandera. Hamas menolak perpanjangan, dan hanya ingin melanjutkan perundingan ke fase kedua gencatan senjata.

Sebagai bagian dari tekanan terhadap Hamas, Israel membatasi masuknya bahan makanan, bahan bakar, obat-obatan, dan bantuan lainnya ke Gaza, dengan harapan kelompok tersebut mau menerima perpanjangan gencatan senjata. Tindakan ini memicu kritik luas dari sejumlah kelompok hak asasi manusia, yang menilai bahwa langkah menghalangi bantuan melanggar kewajiban Israel sebagai kekuatan pendudukan di bawah hukum internasional.

Berbicara dalam pertemuan puncak yang membahas masa depan Gaza, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sissi menekankan bahwa perdamaian sejati tidak akan terwujud tanpa pembentukan negara Palestina. Namun, Israel tetap bersikeras menolak gagasan negara Palestina dan menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan kendali keamanan atas wilayah yang disengketakan tersebut. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Negara-Negara Arab Adopsi Rencana Mesir untuk Rekonstruksi Gaza

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)