Bonus Demografi Bisa Jadi Malapetaka Kalau 19 Juta Lapangan Kerja Cuma 'Janji Doang'

Ketua Dewan Pengawas Indonesian Business Council (IBC) Arsjad Rasjid. Foto: MI/Susanto.

Bonus Demografi Bisa Jadi Malapetaka Kalau 19 Juta Lapangan Kerja Cuma 'Janji Doang'

M Ilham Ramadhan Avisena • 20 July 2025 13:41

Jakarta: Ketua Dewan Pengawas Indonesian Business Council (IBC) Arsjad Rasjid menyatakan bonus demografi Indonesia bisa berubah menjadi beban jika persoalan utama ketenagakerjaan tidak segera ditangani secara serius. Ia menekankan, lapangan kerja dan daya beli masyarakat menjadi isu paling mendesak di tengah tantangan global dan ekonomi domestik yang kompleks.

"Bonus demografi Indonesia yang digadang-gadang menyediakan jumlah tenaga kerja produktif sampai 70 persen akan menjadi malapetaka jika tidak diperhatikan serius. Di mana tenaga produktivitas banyak, tapi lapangan pekerjaan tidak ada. Itulah PR (pekerjaan rumah) utama Indonesia sekarang," kata Arsjad dikutip pada Minggu, 20 Juli 2025.

Menurut mantan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, hal itu berkaitan pula dengan tantangan terbesar Indonesia, yaitu lesunya daya beli masyarakat. Arsjad menuturkan, daya beli masyarakat Indonesia lambat laun terus melemah yang pada akhirnya menghambat laju perekononomian nasional. 

Kondisi tersebut imbuh Arsjad, tak luput dari isu pengangguran yang semestinya menjadi perhatian utama. Dia menyebutkan, meskipun tingkat pengangguran terbuka turun ke angka 4,7 persen, namun jumlah absolut pengangguran justru meningkat. 

"Jumlah pengangguran justru naik menjadi lebih dari 7,28 juta orang. Hampir 60 persen angkatan kerja Indonesia masih berada di sektor informal," terangnya.
 

Baca juga: Kenapa Lulusan Perguruan Tinggi Banyak yang Menganggur? Ini Penjelasan Resmi Pemerintah
 

Tren 'Kabur Aja Dulu' dan janji 19 juta lapangan kerja


Lebih mengkhawatirkan lagi, lanjut Arsjad, ialah tren migrasi tenaga kerja terampil ke luar negeri atau gerakan 'Kabur Aja Dulu' yang menggema di media sosial. Mulai dari perawat, ahli IT sampai insinyur.

Menurut dia, itu terjadi karena upah yang diterima di luar negeri lebih besar hingga delapan kali lipat dari upah yang diterima di Indonesia. Itu juga didorong oleh jalur karier yang lebih menjanjikan dan akses jaminan sosial yang lebih baik. 

Padahal di sisi lain, pada 21 Januari 2024 lalu, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pernah berjanji akan menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan. Janji tersebut mencakup sektor hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi menuju energi hijau, ekonomi kreatif, serta penguatan UMKM.


(Ilustrasi. Foto: Metrotvnews.com)
 

Strategi 3G


Dalam menghadapi tantangan tersebut, Arsjad menawarkan pendekatan yang ia sebut sebagai strategi 3G, yaitu Grow People, Gear Up Industry, dan Go Green. Pertama Grow People, berarti membangun manusia Indonesia sebagai talenta global. 

Arsjad menyoroti saat ini hanya 10 persen angkatan kerja merupakan lulusan S1. "Kebanyakan angkatan kerja kita malah lulusan SMP dan SD saja. IQ Indonesia juga saat ini diketahui turun," tuturnya.

Kedua, Gear Up Industry, yaitu mendorong reindustrialisasi berbasis nilai tambah. Ini mencakup hilirisasi mineral, pengembangan manufaktur strategis, serta perluasan industri ke luar Pulau Jawa dengan melibatkan UMKM.

Ketiga, Go Green mengacu pada transisi energi sebagai peluang pertumbuhan baru. Strategi ini mencakup pelatihan ulang pekerja dari sektor tinggi emisi, pembiayaan hijau untuk UMKM, serta pelibatan masyarakat lokal dalam proyek-proyek energi ramah lingkungan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)