Bangunan yang hancur akibat serangan Israel di Lebanon. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 7 November 2025 09:12
Beirut: Jet tempur Israel menggempur beberapa kota di Lebanon selatan pada Kamis, 6 November 2025 hanya beberapa jam setelah memperingatkan warga untuk segera mengungsi. Serangan ini menandai peningkatan signifikan dalam serangan udara hampir setiap hari yang dilakukan terhadap wilayah tersebut.
Juru bicara militer Israel untuk media berbahasa Arab, Avichay Adraee, mengimbau warga di Tayba, Tayr Debba di timur kota pesisir Tyre, serta Aita al-Jabal agar menjauh sejauh 500 meter dari bangunan yang menjadi sasaran.
Militer Israel mengklaim lokasi-lokasi tersebut digunakan oleh kelompok bersenjata Hizbullah. Peringatan tambahan juga dikeluarkan untuk warga di Zawtar al-Sharqiyah, dekat kota Nabatieh.
Militer Israel menyebut pihaknya menyerang infrastruktur militer Hizbullah di area tersebut, menuduh kelompok itu berupaya membangun kembali kekuatannya hampir setahun setelah gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat mengakhiri perang selama berbulan-bulan. Tidak ada laporan korban jiwa yang segera diterima.
“Kami tidak akan membiarkan Hizbullah mempersenjatai diri kembali atau memulihkan kekuatannya untuk mengancam negara Israel,” ujar juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, dalam konferensi pers yang dikutip The Telegraph, Jumat, 7 November 2025.
Serangan udara itu terjadi bersamaan dengan rapat kabinet Lebanon di Beirut yang dipimpin Perdana Menteri Nawaf Salam untuk menindaklanjuti rencana pelucutan senjata Hizbullah dan kelompok bersenjata non-negara lainnya yang disusun oleh militer Lebanon.
Presiden Lebanon Joseph Aoun sebelumnya menentang serangan Israel dan pendudukan berkelanjutan atas lima titik perbukitan di wilayah Lebanon. Namun ia menyatakan terbuka untuk melakukan perundingan demi mengakhiri ketegangan di perbatasan.
Israel mengklaim serangan-serangannya menargetkan pejabat dan fasilitas militer Hizbullah, sementara pemerintah Lebanon menuduh serangan tersebut menghantam warga sipil dan infrastruktur yang tidak terkait dengan kelompok yang didukung Iran itu.
Kekuatan militer Hizbullah sebelumnya terpukul berat akibat kampanye udara intensif Israel pada 2024. Meski demikian, kelompok itu belum melucuti senjatanya. Wakil pemimpin Hezbollah, Sheikh Naim Kassim, menegaskan pihaknya tetap siap bertempur “tak peduli seberapa terbatas kemampuan kami.”
Kedua pihak saling menuduh melanggar gencatan senjata yang menandai akhir perang Israel–Hezbollah pada November tahun lalu. Konflik tersebut bermula setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Gaza.
Hizbullah kemudian menembakkan roket ke Israel utara sebagai bentuk dukungan terhadap Hamas, memicu rentetan serangan balasan udara dan artileri Israel hingga akhirnya berkembang menjadi perang skala penuh pada September 2024.
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, lebih dari 270 orang tewas dan sekitar 850 lainnya terluka akibat aksi militer Israel sejak gencatan senjata diberlakukan.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB mencatat hingga 9 Oktober, sedikitnya 107 korban tewas merupakan warga sipil atau nonkombatan. Tidak ada warga Israel yang dilaporkan tewas akibat serangan dari Lebanon sejak gencatan itu dimulai, dan Hezbollah hanya mengklaim satu serangan setelah perjanjian tersebut berlaku.