Pengemudi Ojol Cuma Minta Biaya Aplikasi Dipotong, Bukan Kerek Tarif hingga 15%

Ilustrasi. Foto: dok Istimewa.

Pengemudi Ojol Cuma Minta Biaya Aplikasi Dipotong, Bukan Kerek Tarif hingga 15%

Insi Nantika Jelita • 1 July 2025 13:05

Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia Igun Wicaksono mendorong pemerintah melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap rencana kenaikan tarif penumpang (ride hailing) ojek online atau ojol.

Dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI bersama Kementerian Perhubungan pada Senin, 30 Juni 2025, Wakil Menteri Perhubungan (Wamen) Irjen Pol (Purn) Suntana menyatakan akan ada penyesuaian tarif ojol sebesar delapan persen hingga 15 persen, tergantung zona wilayah sebagaimana diatur dalam Permenhub Nomor PM 12 Tahun 2019.

"Rencana ini sebaiknya dikaji secara mendalam sebelum diambil keputusan konkret," tegas Igun dalam keterangan resmi, Selasa, 1 Juli 2025.

Dia menilai kebijakan kenaikan tarif tersebut akan berdampak langsung, tidak hanya kepada para pengemudi, tetapi juga konsumen dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi bagian dari ekosistem transportasi online.

Oleh karena itu, Igun menekankan pemerintah seharusnya lebih dulu memprioritaskan tuntutan utama pengemudi, yakni pemotongan biaya aplikasi menjadi maksimal 10 persen. Pemotongan ini diyakini hanya berdampak pada perusahaan dan pengemudi, tidak signifikan bagi konsumen.

"Namun, jika yang dinaikkan adalah tarif penumpang, maka dampaknya akan dirasakan langsung oleh konsumen, memicu efek domino terhadap inflasi dan sektor UMKM," jelasnya.
 

Baca juga: Rencana Kenaikan Tarif Ojol Malah Bikin Masalah Baru, Kok Bisa?


(Ilustrasi. Foto: dok MI)
 

Pemerintah cuma peduli kepentingan aplikator


Igun juga menyayangkan sikap Kementerian Perhubungan yang dinilai kurang membuka ruang komunikasi dengan asosiasi pengemudi. Menurutnya, selama ini kementerian hanya menerima masukan dari pihak aplikator tanpa melibatkan perwakilan pengemudi, yang berujung pada kebijakan yang dianggap tidak adil.

Seharusnya, lanjut Igun, ada kajian terbuka dan survei sampling agar besarannya tidak memberatkan salah satu pihak, khususnya pelanggan. "Kami tidak menolak kenaikan tarif, tetapi keputusan tersebut harus diambil dengan melibatkan seluruh elemen ekosistem transportasi online. Serta, kajian terbuka dan survei sampling agar besarannya tepat," kata dia.

Igun menegaskan Garda Indonesia akan terus memperjuangkan lima tuntutan utama asosiasi, yakni kehadiran negara melalui pengesahan Undang-Undang Transportasi Online, penetapan potongan biaya aplikasi maksimal 10 persen, lalu diskresi tarif untuk layanan pengantaran barang dan makanan. Kemudian, audit investigatif menyeluruh terhadap aplikator yang menarik potongan lima persen dari pengemudi, sesuai Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022.

Serta, penghapusan skema-skema yang memecah pengemudi seperti member, prioritas, hemat, slot, aceng, multi order, serta seluruh bentuk biaya layanan tersembunyi.

Kelima tuntutan tersebut telah disampaikan baik melalui aksi demonstrasi maupun secara persuasif lewat surat resmi kepada Menteri Perhubungan. Namun hingga saat ini, belum ada tanggapan yang memadai.

"Jika tuntutan kami tidak juga ditindaklanjuti, maka pada 21 Juli 2025 kami akan menggelar aksi demonstrasi besar di depan Istana Presiden RI. Massa yang hadir akan lebih besar dari aksi 20 Mei 2025," ucap Igun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)