Kali Pertama, Paru-Paru Babi Rekayasa Genetik Ditanamkan ke Manusia

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

Kali Pertama, Paru-Paru Babi Rekayasa Genetik Ditanamkan ke Manusia

Atalya Puspa • 7 September 2025 11:51

Jakarta: Kali pertama dalam sejarah medis, paru-paru babi hasil rekayasa genetik berhasil ditransplantasikan ke tubuh manusia. Percobaan ini dilakukan oleh tim dokter di First Affiliated Hospital of Guangzhou Medical University, Tiongkok, pada seorang pria 39 tahun yang sudah dinyatakan mati otak.

Paru-paru babi tersebut dapat berfungsi selama sembilan hari sebelum menunjukkan tanda-tanda penolakan organ. Pada hari kesembilan, tim peneliti memutuskan untuk menghentikan percobaan, sehingga pasien pun dibiarkan wafat.

Meskipun percobaan ini tidak menghasilkan keberhasilan jangka panjang, capaian tersebut dianggap sebagai langkah maju penting dalam pengembangan xenotransplantasi, yakni upaya memanfaatkan organ hewan yang telah dimodifikasi secara genetik untuk sementara menggantikan organ manusia.

Kekurangan donor organ manusia menjadi hambatan besar bagi pasien transplantasi di seluruh dunia. Selama ini, uji coba xenotransplantasi lebih banyak difokuskan pada ginjal dan hati babi yang menunjukkan hasil menjanjikan. Namun, paru-paru dianggap tantangan lebih sulit karena organ ini langsung berhubungan dengan udara luar dan berperan sebagai pertahanan pertama tubuh terhadap kuman maupun partikel berbahaya.

Dalam percobaan tersebut, paru-paru yang digunakan berasal dari babi mini Bama yang telah mengalami enam kali modifikasi gen dengan teknologi CRISPR. Modifikasi ini dirancang untuk meminimalkan reaksi penolakan dari tubuh penerima. Pasien juga diberikan obat-obatan imunosupresan agar sistem kekebalan tubuhnya tidak menyerang organ baru tersebut.
 

Baca juga: Penanganan Awal Campak

Awalnya, paru-paru berfungsi baik tanpa tanda penolakan akut. Namun, dalam 24 jam muncul pembengkakan parah. Pada hari ketiga hingga keenam, kerusakan jaringan akibat respons antibodi semakin jelas, hingga berujung pada gagal fungsi paru.

Dalam laporannya, tim peneliti menuliskan, "The early onset of pulmonary edema underscores the importance of preventing primary graft dysfunction in future xenogeneic lung transplantation."

Mereka juga menegaskan bahwa penelitian ini memberikan pijakan awal bagi pengembangan lebih lanjut. 

"By addressing these challenges, future studies can refine the approach to lung xenotransplantation and move closer to clinical translation. This study provides crucial insights into the immune, physiological and genetic barriers that must be overcome, and paves the way for further innovations in the field," tulis para peneliti.

Meski hasilnya belum sempurna, para ahli menilai percobaan ini memberikan wawasan penting tentang hambatan biologis yang harus diatasi sebelum xenotransplantasi paru bisa dilakukan secara klinis. Jika tantangan-tantangan tersebut berhasil dipecahkan, xenotransplantasi berpotensi menjadi solusi darurat bagi pasien yang menunggu donor organ di masa depan. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)