Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt. (EPA-EFE)
Muhammad Reyhansyah • 24 September 2025 11:23
Washington: Gedung Putih telah menolak permintaan Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk membuka pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump guna meredakan ketegangan. Langkah itu muncul bersamaan dengan meningkatnya eskalasi di Karibia akibat pengerahan militer AS.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menyebut surat Maduro berisi “banyak kebohongan” dan menegaskan posisi pemerintahan Trump tidak berubah. “Kami tetap memandang pemerintah Maduro sebagai tidak sah,” ujarnya, seperti dikutip TRT World, Selasa, 23 September 2025.
Washington mengirim delapan kapal perang dan satu kapal selam ke Karibia selatan dalam operasi anti-narkotika, pengerahan terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Militer AS dalam beberapa pekan terakhir telah menghancurkan sedikitnya tiga kapal yang diduga membawa narkoba asal Venezuela, menewaskan lebih dari selusin orang.
Venezuela khawatir operasi tersebut menjadi langkah awal invasi. Menteri Pertahanan Vladimir Padrino Lopez menuding AS melakukan “perang tanpa deklarasi” di Karibia dan menyebut para awak kapal yang ditenggelamkan telah “dieksekusi tanpa hak membela diri.”
Pemerintah Venezuela merilis surat yang dikirim Maduro kepada Trump, di mana ia membantah tuduhan memimpin kartel narkoba dan menyerukan agar Washington “menjaga perdamaian.” Maduro, yang kemenangannya pada pemilu Juli 2024 ditolak oposisi dan sebagian besar komunitas internasional, menegaskan akan terus mengirim surat.
“Jika mereka menutup pintu, Anda membuka jendela. Jika jendela ditutup, Anda membuka pintu dengan kebenaran negara Anda, menerangi Gedung Putih dengan cahaya kebenaran Venezuela,” kata Maduro dalam program televisi mingguannya.
Dua tokoh oposisi mendukung pengerahan militer AS. Edmundo Gonzalez Urrutia, kandidat presiden yang kini hidup di pengasingan di Spanyol dan dianggap AS sebagai pemimpin sah Venezuela, menilai langkah itu penting untuk membongkar struktur kriminal yang dipimpin Maduro.
Namun, Henrique Capriles menolak opsi invasi. “Saya tetap percaya solusi bukanlah militer, melainkan politik,” ujar mantan kandidat presiden dua kali itu. Ia menilai langkah Trump justru kontraproduktif dan memperkuat posisi rezim.
Pemilu kontroversial 2024 sebelumnya memicu protes besar yang berujung pada puluhan korban jiwa dan ratusan orang ditahan. Oposisi menegaskan hitungannya menunjukkan Gonzalez Urrutia mengalahkan Maduro, tetapi ia kemudian melarikan diri ke Spanyol untuk menghindari penangkapan, sementara tokoh oposisi Maria Corina Machado tetap bersembunyi di Venezuela.
Baca juga: Venezuela Memulai Latihan Militer Warga Sipil di Tengah Ketegangan dengan AS