Ilustrasi, energi PLTS. Foto: Istimewa.
Husen Miftahudin • 19 December 2024 14:43
Jakarta: Pemerintah sedang mengejar target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Realisasi bauran EBT baru mencapai 13,09 persen pada 2023, sehingga masih berada di bawah target sebesar 17,87 persen. Sementara pada semester I-2024, kapasitas pembangkit listrik EBT yang terpasang baru memenuhi 66,6 persen dari target tahunan.
Berdasarkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2024 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), bauran energi EBT mesti memenuhi minimal 23 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan terus mendorong pengembangan EBT, baik dari sisi kapasitas terpasang, produksi, maupun konsumsi.
Apalagi pemerintah tengah menggodok rancangan peraturan pemerintah terbaru mengenai KEN, dengan menetapkan target yang lebih ambisius, yakni 60 persen bauran EBT pada 2050 dan sekitar 70 persen pada 2060.
Untuk memenuhi target tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap rencana pemerintah bersama PT PLN (Persero) untuk menyusun Rancangan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2035.
Skema ini akan menjadi landasan pemerintah dan PLN untuk bekerja sama dengan pengembang pembangkit listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP), sehingga semua pemangku kepentingan dapat bekerja secara optimal untuk mewujudkan ketahanan energi nasional.
IPP merupakan mitra strategis pemerintah dan PLN dalam memastikan suplai energi yang andal, merata, dan berkelanjutan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Membawa Indonesia lebih dekat dalam mencapai tujuan energi terbarukan yang berkelanjutan, untuk masa depan yang lebih hijau dan ramah lingkungan.
Peran IPP dalam menyediakan energi untuk kebutuhan publik akan menjadi lebih efisien dengan menghadirkan teknologi modern melalui beragam inovasi. Adopsi teknologi mutakhir dari IPP dapat menekan biaya produksi listrik, sehingga berdampak positif pada tarif listrik yang harus dibayarkan konsumen. Selain itu, memastikan pasokan listrik di Indonesia dapat lebih stabil dan berkelanjutan.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri mengatakan, kolaborasi ini akan membantu investasi dalam pembangunan infrastruktur pembangkit listrik EBT yang masih terbilang mahal. Jika hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tentu akan membebani fiskal negara.
"Ada keterbatasan untuk pembiayaan pembangkit Listrik EBT, dan fiscal space kita sudah sangat terbatas sehingga sulit untuk memenuhi itu, dan kalau PLN harus membiayai sebagian besar itu dia harus pinjam, di situ balancing-nya IPP," ujar Chatib, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis, 19 Desember 2024.
Sebagai gambaran, untuk kebutuhan pengembangan infrastruktur energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan hingga 2025, pemerintah setidaknya butuh investasi sebesar USD14,2 miliar atau sekitar Rp22,78 triliun (kurs Rp16.032 per USD).
Baca juga: Panas Bumi Bakal Jadi Andalan dalam Target Bauran Energi di 2024 |