Ilustrasi tambang nikel Vale Indonesia. Foto: MI/Lina Herlina
Jakarta: Penurunan harga nikel dunia dinilai akan membebani kinerja perusahaan tambang dan fasilitas pengolahan hasil tambang (smelter) nikel dalam negeri.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, harga nikel yang terus anjlok berdampak pada bisnis perusahaan karena penurunan marjin laba.
Bahkan, dampak terburuknya adalah smelter nikel dapat setop beroperasi.
Berdasarkan data Bank Dunia, rata-rata harga nikel di 2023 adalah USD21.521 per ton. Lebih rendah dibandingkan harga nikel di tahun 2022 yang menembus USD25 ribu per ton.
Harga nikel ambles
Di Desember 2023, harga nikel tercatat ambles ke angka USD16.460 per ton.
"Apabila harga nikel terus menurun, akan berdampak kepada operasional perusahaan. Kemungkinan akan ada perusahaan atau smelter yang akan tutup operasinya," ujar dia dilansir Media Indonesia, Jumat, 26 Januari 2024.
Rizal menjelaskan menyusutnya harga nikel selain dipengaruhi oleh siklus harga komoditas nikel, juga diakibatkan oleh
demand (permintaan) yang tinggi di pasar.
"Harga komoditas logam ini memang lebih banyak ditentukan oleh
supply dan
demand, sehingga apabila kelebihan pasokan, maka harga cenderung turun," ujar dia.
Apabila harga nikel kurang menguntungkan akan menyebabkan daya tarik industri, seperti yang terjadi di Australia.
Kata Rizal, ada perusahaan tambang nikel di Negeri Kangguru yang ditutup atau dihentikan operasinya sementara sampai harga nikel kembali bagus dan menguntungkan.
"Negara dengan biaya produksi nikel di atas USD15 ribu akan mengalami kendala untuk terus berproduksi sehingga mereka memilih untuk melakukan suspend produksi sampai harga yang memungkinkan untuk lanjut produksi," jelas Rizal.
(Insi Nantika Jelita)