Ilustrasi industri tekstil. Foto Istimewa.
Media Indonesia • 27 June 2024 12:34
Jakarta: Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi berpandangan aturan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD) untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) untuk produk impor tekstil tidak membereskan pokok masalah yakni serbuan produk impor ilegal.
Barang impor seperti pakaian jadi, elektronik, alas kaki, keramik, dan tas yang masuk ke Indonesia wajib menanggung bea masuk lebih tinggi daripada yang tidak dikenakan BMTP dan BMAD. Namun, aturan ini dianggap tak efektif karena barang-barang impor ilegal akan diperjualbelikan dengan sangat murah di Tanah Air.
"Yang dikhawatirkan itu harga pokok dari luar negeri tetap dijual murah di sini. Sehingga, barang-barang ilegal impor itu tetap akan marak. Kebijakan BMTP dan BMAD tidak menyentuh akar persoalan sesungguhnya," ungkap Ristadi kepada Media Indonesia, dikutip Kamis, 27 Juni 2024.
Dia menjelaskan kondisi hilir industri tekstil dalam negeri sudah dibanjir produk impor, baik itu legal dan ilegal berupa pakaian jadi, sepatu, tas dan lainnya. Mayoritas barang berasal dari Tiongkok. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Tiongkok merajai suplai produk pakaian dan aksesori rajutan (HS 61) di Indonesia dengan penguasaan 38,76 persen dari total barang dan memasok 30,28 persen barang pakaian dan aksesori bukan rajutan (HS 62) selama Januari-Maret 2024
Secara umum, impor legal pakaian jadi pada Maret dan April 2024 sebesar 2,20 ribu ton dan 2,67 ribu ton, berdasarkan data Kementerian Perindustrian. Lalu, impor tekstil tercatat sebesar 138,2 ribu ton di Maret dan 109,1 ribu ton pada April lalu.
"Kalau produk tekstil impor ilegal itu sulit dihitung secara pasti. Tahu-tahu sudah dipasaran dengan ciri-ciri harganya sangat murah dibandingkan harga umumnya. Masalah ini yang belum dibereskan pemerintah," tutur dia.
Baca juga: Industri Tekstil Meredup Akibat Kebanjiran Produk Impor |