Ilustrasi industri elektronika. Foto: dok Biro Humas Kemenperin.
Media Indonesia • 9 April 2024 19:06
Jakarta: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para produsen yang telah berinvestasi di Indonesia. Langkah strategis ini misalnya diwujudkan dalam mengembangkan industri elektronika di Tanah Air agar bisa lebih berdaya saing melalui penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.
"Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri," kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin Priyadi Arie Nugroho dikutip dari siaran pers pada Selasa, 9 April 2024.
Lebih lanjut, ia menyatakan pengaturan arus impor ini sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden atas kondisi neraca perdagangan produk elektronik pada 2023 yang masih menunjukkan defisit.
Maka itu, berdasarkan pertimbangan usulan dan kemampuan industri dalam negeri, ditetapkan terdapat 139 pos tarif elektronik yang diatur dalam Permenperin 6/2024, dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
"Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya," sebut Priyadi.
Priyadi menyatakan, pihaknya memahami tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan.
"Perlu diketahui dan ditekankan bersama, dengan terbitnya kebijakan tata niaga impor produk elektronika ini bukan berarti pemerintah anti-impor, namun lebih kepada menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri," papar dia.
Merujuk Permenperin 6/2024, dari pemberlakuan tata niaga impor ini, diharapkan bagi produsen dalam negeri dapat menangkap peluang demand produk elektronika sehingga semakin meningkatkan kapasitas dan mendiversifikasi jenis produknya.
Sedangkan, bagi Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), menjadikan peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum memiliki lini produksi di dalam negeri.
"Sementara itu, bagi importir, adanya kepastian pendistribusian dan atau penjualan barang impor di dalam negeri," jelas Priyadi.
Baca juga: Menperin: Tren Investasi Manufaktur Terus Naik di Dekade Terakhir |