Beri Izin Tambang untuk Ormas, Presiden Dinilai Terlalu Akomodatif

Ilustrasi aktivitas pertambangan. Foto: MI/Angga Yuniar.

Beri Izin Tambang untuk Ormas, Presiden Dinilai Terlalu Akomodatif

Faustinus Nua • 11 June 2024 19:12

Jakarta: Pengamat energi dari Alpha Research dan Datacenter Ferdy Hasiman menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlalu akomodatif dengan memberi izin tambang bagi organisasi keagamaan. Kebijakan itu disebutnya sarat akan kepentingan politik sesaat tanpa memperhitungkan dampak destruktif di masa depan.

"Tambang ini kan dampak destruktifnya sangat besar, lalu pemerintah ingin ormas yang kelola ini terlalu akomodatif. Ini benar-benar hanya untuk kepentingan Jokowi bukan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan negara," ujar Ferdy kepada Media Indonesia, Selasa, 11 Juni 2024.

Memasuki masa-masa akhir kepemimpinannya, kata Ferdy, Jokowi terlihat ingin mendapat dukungan dari organisasi keagamaan. Soft landing yang diharapkan itu justru berbalik dengan banyaknya kritikan bahkan penolakan dari organisasi keagamaan sendiri.

"Kan banyak ormas yang tolak itu karena memang mereka tidak ahli di bidang itu. Selain itu ormas kan urusannya pada umat ya, kalau sampai kelola tambang yang berdampak pada lingkungan masyarakat di sekitar lokasi itu lebih buruk lagi," kata dia.
 
Baca juga: Pemerintah Bagi-bagi Izin Tambang ke Ormas, DPR: Tak Adil!

Sarat akan kepentingan


Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar juga menyebut kebijakan pemerintah sarat akan kepentingan.

"Muatan kepentingannya jelas sekali. Dalih bahwa ini untuk kesejahteraan, jelas omong kosong. Tambang itu daya destruktifnya melampau masa tambangnya itu sendiri," ucap dia.

Lalu, PP 25/24 itu juga menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap batu bara yang target produksi terus meningkat dari tahun ke tahun. Persisi di situlah corak kebijakan Jokowi selama 10 tahun berkuasa.

"PBNU, dengan pilihannya hari ini, bisa berdampak pada kehilangan legitimasi moral. Ia tak lagi bisa mengkritik sebab telah menjadi bagian dari pelaku," kata Melky.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)