Presiden AS Joe Biden. (AP)
Washington: Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menggunakan istilah "Garis Merah" atau "Red Line" dalam melarang Israel melancarkan invasi darat ke kota Rafah di Gaza selatan. Baginya, serangan semacam itu merupakan sesuatu yang sama sekali tidak boleh dilakukan.
Namun Biden segera menarik kembali ucapannya dengan berkata, "memang itu adalah Garis Merah, tapi saya tidak akan pernah meninggalkan Israel."
Pernyataan kontradiktif tersebut disampaikan Biden dalam wawancara dengan kantor berita MSNBC News pada Sabtu kemarin. Ini adalah pertama kalinya Biden menggunakan istilah "garis merah" dalam membahas mengenai perang antara Israel dan kelompok pejuang Palestina Hamas yang meletus pada 7 Oktober 2023.
Israel berencana melancarkan operasi darat ke Rafah, tempat berlindung sekitar 1 juta pengungsi Palestina di Gaza.
PBB telah memperingatkan bahwa serangan darat Israel ke Rafah "dapat mengakibatkan pembantaian," dan Biden beserta para menterinya juga telah mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk menunda operasi tersebut sampai ada rencana detail mengenai evakuasi semua warga dari Rafah.
Kota Rafah
Rafah adalah wilayah terakhir di Gaza yang belum direbut pasukan darat Israel.
Selama wawancara dengan MSNBC News, Biden mengatakan Israel "tidak bisa membiarkan 30.000 lebih warga Palestina tewas sebagai konsekuensi dari mengejar" Hamas, seraya menambahkan bahwa "ada cara lain untuk mengatasi trauma yang disebabkan Hamas."
Ketika ditanya apakah rencana serangan darat Israel di Rafah akan menjadi "garis merah" baginya, Biden berkata: "Itu adalah garis merah, tetapi saya tidak akan pernah meninggalkan Israel. Pertahanan Israel penting."
"Jadi tidak ada Garis Merah di mana saya akan memotong semua (pasokan) senjata (ke Israel), sehingga mereka tidak punya Iron Dome untuk melindungi diri," imbuhnya, merujuk pada nama sistem pertahanan udara Israel.
Pertukaran Sandera dan Tahanan
Biden juga menekankan bahwa Netanyahu "harus, harus, harus lebih memperhatikan hilangnya nyawa warga tak berdosa sebagai konsekuensi dari tindakan yang diambil."
"Dia lebih menyakiti Israel daripada membantu Israel (dengan membunuh warga sipil). Ini adalah sebuah kesalahan," tegas Biden, seperti dilansir dari laman
India Today, Minggu, 10 Maret 2024.
Sang presiden juga menegaskan kembali bahwa dirinya sedang mengupayakan gencatan senjata selama enam minggu di Gaza selama Ramadan, yang memungkinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan untuk masuk ke wilayah tersebut. Gencatan senjata juga memungkinkan pembebasan sandera yang ditukar dengan kebebasan tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel.
Ia menyatakan harapannya bahwa gencatan senjata masih bisa dicapai sebelum Ramadan, yang akan dimulai pada 11 Maret mendatang.
Sejak perang Israel-Hamas meletus pada Oktober tahun lalu, sedikitnya 30.878 orang tewas di Gaza, sementara 72.402 lainnya luka-luka. Di Israel, jumlah korban tewas akibat serangan Hamas mencapai lebih dari 1.200 orang, termasuk warga negara asing.
Pihak berwenang Israel juga memperkirakan bahwa 134 warga Israel dan warga negara asing masih disandera di Gaza.
Baca juga:
Ramadan Sebentar Lagi, Negosiator Terus Upayakan Gencatan Senjata Gaza