Wamenlu Havas Tegaskan Polugri Bebas Aktif Tetap Jadi Fondasi Diplomasi RI

Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno dalam acara Conference on Indonesian Foreign Policy di Jakarta, Sabtu, 29 November 2025. (Metrotvnews.com)

Wamenlu Havas Tegaskan Polugri Bebas Aktif Tetap Jadi Fondasi Diplomasi RI

Muhammad Reyhansyah • 29 November 2025 20:06

Jakarta: Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai negara yang memegang teguh prinsip politik luar negeri bebas dan aktif, sebuah doktrin yang telah menjadi fondasi konsisten kebijakan luar negeri sejak 1945.

Dalam penutupan Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP) 2025 di Jakarta, Sabtu, 29 November 2025, Havas menilai bahwa di tengah dunia yang semakin terbelah oleh rivalitas kekuatan besar, Indonesia justru harus semakin percaya diri dengan model diplomasi yang menekankan kemandirian sekaligus aktivisme global.

Ia mengutip pandangan Wakil Presiden Pertama RI Mohammad Hatta bahwa “merdeka berarti mampu memutuskan kebijakan kita sendiri." Menurut Havas, Indonesia sejatinya telah memiliki konsep yang kini dikenal sebagai otonomi strategis, jauh sebelum istilah itu populer dalam diplomasi modern.

“Kita sudah mandiri menentukan kebijakan luar negeri sejak 1945. Kita memilih ke mana kita pergi, perjanjian apa yang kita tanda tangani, dan dengan siapa kita bekerja sama,” ujarnya.

Havas mencontohkan kerja sama keamanan Indonesia–Australia yang belakangan menjadi sorotan publik. Ia menegaskan bahwa penandatanganan perjanjian tersebut tidak menjadikan Indonesia masuk ke dalam aliansi militer mana pun.

“Itu kemitraan, bukan aliansi. Prinsip kita tetap: mandiri dalam menentukan arah, tapi terbuka untuk bekerja sama,” katanya.

Selain prinsip “bebas," Indonesia juga secara konsisten mengamalkan prinsip “aktif." Havas menekankan bahwa aktivisme diplomatik telah menjadi karakter Indonesia sejak awal kemerdekaan. Bahkan ketika kondisi ekonomi dan politik nasional masih sangat terbatas, Indonesia tetap mengambil peran di tingkat global.

“Bayangkan, tahun 1952, kita masih miskin, masih bernegosiasi dengan Belanda, tapi kita sudah mengirim pasukan penjaga perdamaian ke Kongo. Itu bukan negara yang pasif,” ujarnya.

Berpijak pada Kepentingan Nasional

Menurut Havas, peran aktif Indonesia tercermin dari kontribusi dalam pembentukan Piagam ASEAN, keanggotaan di berbagai organisasi internasional, serta keterlibatan dalam berbagai forum dan inisiatif regional.

“Bilateral, regional, internasional, kita selalu bergerak. Itu DNA diplomasi kita,” tegasnya.

Havas juga menanggapi kritik yang menyebut kebijakan luar negeri Indonesia tidak konsisten. Ia menilai kritik tersebut muncul karena ketidaktahuan terhadap prinsip dasar politik luar negeri Indonesia.

“Siapa pun yang bilang kebijakan luar negeri kita tidak jelas, berarti ia tidak paham apa itu bebas aktif. Doktrin ini bukan jargon, ini kerangka yang sudah berjalan 80 tahun,” ujarnya.

Ia menutup dengan menegaskan bahwa kebijakan luar negeri di setiap pemerintahan tetap berpijak pada kepentingan nasional, meskipun formula dan prioritasnya dapat berubah mengikuti dinamika global dan domestik.

“Kepentingan nasional selalu menjadi basis. Formulasinya bisa berbeda di setiap pemerintahan, tetapi orientasinya tetap: menjaga dan mengupayakan kepentingan rakyat Indonesia,” pungkasnya. (Kelvin Yurcel)

Baca juga:  Eks Wasekjen ASEAN Serukan Penguatan Soliditas Hadapi Erosi Tatanan Global

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Willy Haryono)