Pengetatan Syarat Kesehatan Jemaah Haji untuk Keselamatan dan Kelayakan Ibadah

Ilustrasi ibadah haji. Dok. MI

Pengetatan Syarat Kesehatan Jemaah Haji untuk Keselamatan dan Kelayakan Ibadah

Ficky Ramadhan • 6 November 2025 15:05

Jakarta: Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menilai kebijakan pengetatan syarat istitha’ah kesehatan bagi calon jemaah haji 2026 sebagai langkah yang tepat dan perlu didukung penuh. Kebijakan ini merupakan bentuk tanggung jawab bersama untuk memastikan jemaah haji Indonesia dalam kondisi sehat, dan mampu menjalankan seluruh rangkaian ibadah haji yang menuntut ketahanan fisik tinggi.

"Pengetatan ini sebetulnya berasal dari aturan-aturan yang disampaikan oleh Arab Saudi. Kita sebagai negara pengirim jemaah tentu mengadopsi aturan tersebut. Tujuannya bukan untuk membatasi, tetapi justru demi keselamatan dan kelancaran ibadah para jemaah haji itu," kata Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, saat dihubungi, Kamis, 6 November 2025.

Dia menjelaskan kebijakan ini muncul seiring meningkatnya angka kematian jemaah haji dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia, sebagai negara dengan kuota haji terbesar di dunia, tercatat menjadi salah satu penyumbang tertinggi jumlah jemaah wafat di Tanah Suci.

Meskipun secara rasio hal tersebut dapat dimaklumi, menurut Mustolih, tetap diperlukan langkah antisipatif.

"Fenomena meningkatnya angka kematian jemaah haji itu menjadi peringatan serius. Arab Saudi bahkan sempat menyampaikan kekhawatiran agar negara-negara pengirim tidak menjadikan Tanah Suci sebagai tempat mengirim jemaah untuk meninggal. Karena itu, pengetatan syarat kesehatan ini sangat logis dan patut diapresiasi," ujar Mustolih.
 

Baca Juga: 

Menteri Haji Sebut Istitaah Calon Jemaah Jadi Perhatian Serius


Mustolih menyoroti selama ini Indonesia memiliki kebijakan prioritas pemberangkatan bagi jemaah lanjut usia (lansia). Kebijakan tersebut memberikan kesempatan berharga bagi para lansia. Apalagi, kelompok ini termasuk paling rentan secara fisik.

“Kita punya kebijakan afirmatif bagi jemaah lansia, dan itu sangat baik. Namun, harus diakui bahwa usia lanjut membawa risiko kesehatan yang lebih tinggi. Jadi, program ini memang berisiko ganda, di satu sisi memberi kesempatan, di sisi lain meningkatkan kerentanan," ucap dia.



Menurut dia, penyakit seperti jantung berat, kanker, diabetes akut, dan tuberkulosis stadium lanjut akan menjadi indikator utama dalam penilaian istitha’ah kesehatan. Hanya jemaah yang dinyatakan mampu secara medis yang akan diberangkatkan.

Dia menambahkan pengetatan ini bukan berarti diskriminatif terhadap kelompok usia lanjut. Sebab, tidak sedikit jemaah lansia yang memiliki kondisi fisik lebih bugar dibanding peserta muda.

"Jadi tolak ukurnya bukan usia, melainkan hasil pemeriksaan medis. Banyak lansia yang kondisinya lebih prima dibandingkan anak muda. Karena itu, baik muda maupun tua, semuanya harus melalui skrining kesehatan yang objektif dan menyeluruh," jelas dia.

Mustolih menegaskan ibadah haji sangat bergantung pada kekuatan fisik dan daya tahan tubuh, mulai dari perjalanan panjang, tawaf, wukuf di Arafah, hingga lempar jumrah di Mina yang harus dilakukan dengan berjalan kaki bersama jutaan jemaah lain di suhu ekstrem.

Dia berharap seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat calon jemaah, memahami kebijakan pengetatan ini semata-mata untuk melindungi keselamatan jemaah dan menjaga kelancaran ibadah haji di Tanah Suci.

"Saya kira apa yang dilakukan pemerintah sudah sangat tepat. Tujuannya adalah memastikan jemaah haji kita sehat, kuat, dan pulang dalam keadaan selamat. Ini bukan pembatasan, tapi perlindungan," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)