Truk bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 6 March 2025 06:13
Paris: Prancis, Jerman, dan Inggris menyatakan kekhawatiran mendalam atas penangguhan bantuan kemanusiaan Israel ke Gaza. Mereka mendesak para pihak untuk terlibat dalam negosiasi tahap-tahap selanjutnya dari kesepakatan gencatan senjata.
"Sangat penting bahwa gencatan senjata dipertahankan, semua sandera dibebaskan, dan aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza dipastikan terus berlanjut," kata pernyataan bersama dari para menteri luar negeri negara-negara E3 – Prancis, Jerman, Inggris, seperti dikutip Anadolu, Kamis 6 Maret 2025.
Ketiga itu juga mendesak semua pihak untuk terlibat secara konstruktif dalam negosiasi tahap-tahap selanjutnya dari kesepakatan tersebut untuk membantu memastikan implementasi penuhnya dan penghentian permanen permusuhan. Prancis juga menyambut baik upaya Mesir, Qatar, dan AS dalam memediasi dan berusaha menyetujui perpanjangan gencatan senjata.
Beralih ke situasi di Gaza, E3 mengatakan bahwa situasi kemanusiaan di jalur tersebut "sangat buruk."
"Kami menyerukan kepada Pemerintah Israel untuk mematuhi kewajiban internasionalnya guna memastikan penyediaan bantuan kemanusiaan yang penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi penduduk di Gaza," kata pernyataan bersama tersebut.
Ketiga negara tersebut juga memperingatkan bahwa penangguhan barang dan pasokan yang masuk ke Gaza "akan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional."
"Bantuan kemanusiaan tidak boleh bergantung pada gencatan senjata atau digunakan sebagai alat politik. Kami tegaskan kembali bahwa warga sipil Gaza yang telah sangat menderita harus diizinkan untuk kembali ke rumah mereka dan membangun kembali kehidupan mereka," kata pernyataan tersebut.
"Kami membutuhkan semua pihak untuk menegakkan gencatan senjata dan memastikannya mengarah pada perdamaian yang berkelanjutan, rekonstruksi Gaza, dan untuk memungkinkan jalur yang kredibel menuju solusi dua negara di mana warga Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan dengan damai," tambahnya.
Pernyataan tersebut menyusul keputusan Israel untuk menghentikan pengiriman bantuan hanya beberapa jam setelah fase pertama gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara Hamas dan Tel Aviv berakhir.
Fase pertama perjanjian gencatan senjata selama enam minggu, yang mulai berlaku pada 19 Januari, secara resmi berakhir pada Sabtu tengah malam.
Namun, Israel belum setuju untuk melanjutkan ke fase kedua kesepakatan tersebut untuk mengakhiri perang di Gaza secara permanen yang telah menewaskan lebih dari 48.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan meninggalkan daerah kantung itu dalam reruntuhan.
November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Pengadilan Internasional atas perangnya di daerah kantong itu.