Begini Penjelasan Dirjen PHU Soal Kronologi Pecah Kloter Jemaah Haji 2025

Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief. Foto: Dok/Media Center Haji.

Begini Penjelasan Dirjen PHU Soal Kronologi Pecah Kloter Jemaah Haji 2025

Misbahol Munir • 19 May 2025 14:03

Makkah: Tantangan besar pada musim Haji 2025 ini adalah mengenai fenomena terjadinya pecah kelompok terbang (kloter). Pecah kloter yang dialami sebagian jemaah, terlebih pasangan suami-istri atau lansia dengan pendampingnya, akibat perbedaan syarikah sebagai penyedia layanan haji. 

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama terus menunjukkan komitmennya untuk mengurai berbagai masalah dalam meningkatkan pelayanan haji. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, menjelaskan dinamika pecah kloter bermula dari kondisi pada awal pemberangkatan. Sebagian jemaah yang dijadwalkan berangkat mengalami keterlambatan dalam penerbitan visa. Di sisi lain, kursi pesawat yang terjadwal harus tetap terisi.

“Sebagian visa jemaah kita belum terbit, padahal mereka sudah dijadwalkan untuk berangkat. Konsekuensinya, kursi yang kosong diisi jemaah dari kloter lain yang visanya sudah siap. Ini terjadi selama beberapa hari,” kata Hilman dalam konferensi pers di Makkah, Minggu, 18 Mei 2025.

Menurut dia, dampak lanjutan dari proses ini adalah tercampurnya jemaah dari kloter berbeda yang dalam pelayanannya ditangani syarikah yang berbeda pula. Sistem syarikah yang mulai diterapkan penuh pada 2025 ini memang menjadi bagian dari reformasi layanan haji di Arab Saudi. Jika sebelumnya Indonesia hanya dilayani satu syarikah, tahun ini terdapat delapan syarikah yang melayani lebih dari 200 ribu jemaah haji Indonesia.

“Dengan sistem syarikah ini, terjadi pemisahan penempatan hotel dan layanan berdasarkan penyedia layanan. Di sinilah kadang suami-istri atau lansia dan pendampingnya bisa terpisah,” kata dia.

Meski demikian, Hilman menegaskan pemerintah tidak tinggal diam mencari berbagai solusi untuk mengurai masalah pecah kloter. Salah satu jalan keluar yang pihaknya lakukan adalah skema reunifikasi atau penggabungan kembali jemaah yang terpisah dari pasangan atau pendampingnya.

“Kami sudah siapkan langkah-langkah reunifikasi. Baik suami-istri, mahram, hingga lansia dengan pendampingnya. Kami akan terus koordinasi dengan pihak syarikah dan Kementerian Haji Arab Saudi agar penggabungan ini bisa difasilitasi sebaik mungkin,” kata dia. 
 

Baca Juga: 

Ketahui! Ini 7 Wajib Haji agar Ibadah di Tanah Suci Sempurna


Dia mengakui sistem baru ini sangat menantang. Namun, penggunaan sistem baru ini tak lain untuk pelayanan yang lebih fokus dan optimal, terutama pada masa puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). 

“Dengan delapan syarikah, kita berharap pelayanan di Armuzna lebih maksimal. Termasuk tenda, konsumsi, dan transportasi,” tegas dia. 

Hilman juga memohon dukungan dari semua pihak termasuk masyarakat di Tanah Air untuk terus mendukung proses perbaikan layanan haji yang tengah berjalan.

“Kami menyadari sistem ini baru dan tidak mudah, tapi semua pihak terus bekerja keras. Kami butuh dukungan dan kesabaran. Yang penting, tidak ada jemaah yang kami abaikan,” kata dia.

Dia meyakini dengan kerja sama yang solid antara pemerintah, petugas, syarikah, dan otoritas Arab Saudi,  penyelenggaraan haji 2025 bisa berjalan aman, nyaman, dan semakin baik dari tahun ke tahun.

Sebelumnya Ketua Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) 2025 Muchlis M. Hanafi juga menyampaikan permohonan maaf yang tulus, terutama bagi jemah haji yang terimbas masalah pecah kloter di Makkah. 

"Pertama-tama izinkan saya menyampaikan permohonan maaf yang tulus atas ketidaknyamanan yang dialami oleh sebagian jemaah. Khususnya mereka yang saat diberangkatkan dari Madinah ke Makkah dan dari Jeddah ke Makkah, kemudian tiba di Makkah harus berpisah tempat tinggal antara pasangan suami istri, anak dengan orang tua maupun pendamping dengan lansia dan penyandang disabilitas," ujar Muchlis saat press conference di daerah kerja (Daker) Makkah, Minggu, 18 Mei 2025.

Pihaknya mengakui situasi ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi sebagian jemaah yang tengah menjalankan ibadah di Tanah Suci. Menurut Muchlis hal ini terjadi dalam konteks masa transisi sistem layanan haji yang tengah mengalami penyesuaian besar-besaran. Baik dari sisi penyelenggaraan di Indonesia maupun sistem layanan di Arab Saudi.

"Dalam skema baru ini jemaah dilayani oleh perusahaan-perusahaan penyedia layanan atau syarikah yang telah ditetapkan secara resmi menggantikan sistem zonasi atau wilayah yang sebelumnya digunakan," tegas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)