Paus Fransiskus. (Anadolu Agency)
Putri Purnama Sari • 23 April 2025 15:18
Jakarta: Kabar wafatnya Paus Fransiskus mengguncang dunia, termasuk umat Katolik di Indonesia. Sosok yang dikenal karena kelembutan, kepedulian pada kaum miskin, dan seruan perdamaian ini meninggalkan warisan yang mendalam.
Di tengah duka ini, banyak orang yang mungkin bertanya apa arti gelar Paus dalam sebutan Pemimpin Gereja Katolik yang sudah sangat melekat di telinga. Berikut informasinya.
Asal Usul Kata "Paus"
Istilah "Paus" berasal dari kata Latin Papa, yang berarti “ayah” atau “bapa”. Dalam Kekristenan awal, gelar ini digunakan untuk para pemimpin gereja sebagai ungkapan penghormatan dan kedekatan spiritual.
Namun seiring waktu, kata Papa menjadi gelar khusus bagi Uskup Roma, pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia, yang dipercaya sebagai penerus Rasul Petrus.
Dalam bahasa Inggris, gelarnya dikenal sebagai Pope, sementara dalam bahasa Italia dan Latin tetap Papa. Di Indonesia, melalui pengaruh penerjemahan dan penyebaran ajaran Katolik sejak masa kolonial, kata ini diserap dan disesuaikan menjadi “Paus”.
Kenapa di Indonesia Disebut "Paus" ?
Penggunaan kata "Paus" di Indonesia kemungkinan besar dipengaruhi oleh adaptasi dari bahasa Belanda "de Paus" yang juga diartikan sebagai pemimpin tertinggi agama Katolik.
Dilansir dari laman
Britannica, dalam ajaran Katolik, Paus dianggap sebagai penerus langsung Santo Petrus yang merupakan kepala para Rasul. Petrus dianggap sebagai Uskup Roma pertama yang ditunjuk oleh Yesus untuk memimpin gereja-Nya di Bumi.
Kata Paus mudah diucapkan, mudah dikenali, dan memiliki nuansa kebapaan yang sesuai dengan peran spiritual Paus bagi umat Katolik. Dalam konteks Indonesia, sebutan "Paus" sudah tidak hanya menjadi istilah religius, tetapi juga simbol universal dari kepemimpinan moral dan kasih yang lintas batas agama.
Paus Fransiskus: Sosok 'Papa' di Mata Dunia
Paus Fransiskus, dengan gayanya yang sederhana dan merakyat, sungguh menjadi gambaran nyata dari makna “Papa”, seorang bapa rohani yang melindungi, mendengarkan, dan mendampingi umat manusia, tak hanya umat Katolik.
Bahkan di akhir hidupnya, beliau masih rutin menelepon komunitas Katolik di Gaza setiap malam, menunjukkan perhatian yang sangat manusiawi dan mengharukan. Sebutan “Paus” bagi Fransiskus kini terasa makin sarat makna. Ia bukan sekadar pemimpin religius, tetapi juga simbol kemanusiaan, dialog antaragama, dan kepedulian global.