Warga Desa Watulabara mulai teraliri air bersih setelah puluhan tahun. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 13 November 2025 20:21
Jakarta: Warga Desa Watulabara, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, sudah puluhan tahun mengalami krisis air bersih. Kondisi ini berdampak langsung pada ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2022 mencatat angka stunting di Sumba Barat Daya mencapai 44 persen, salah satu yang tertinggi di Indonesia. Masalah ini merupakan salah satu dampak dari keterbatasan air bersih dan sanitasi yang memadai.
Lebih dari dua ribu penduduk Desa Watulabara juga hidup dengan ekonomi sederhana. Sebagian besar menggantungkan hidup dari hasil bertani yang sangat tergantung pada musim hujan.
Tanpa air, bukan hanya tanaman yang gagal panen, tetapi kehidupan sehari-hari pun menjadi beban berat. Sebelum ada perubahan, warga Watulabara harus menempuh perjalanan jauh untuk mengambil air dari sumber mata air.
Alternatif lainnya, mereka membeli air dalam tangki berkapasitas 5.000 liter dengan harga antara Rp200 ribu hingga Rp250 ribu, jumlah yang besar bagi banyak keluarga di desa tersebut. Akibatnya, air digunakan sehemat mungkin, hanya untuk kebutuhan penting seperti minum, memasak, dan mandi.
"Dulu kalau mau beli air, kami harus siapkan uang besar sekali. Kalau tidak, ya jalan jauh ke sumber mata air,” ucap salah seorang warga Desa Watulabara, Marliana Bolo, dalam keterangannya, Kamis, 13 November 2025.
Untuk mengatasi krisis air bersih tersebut, masyarakat, NGO Solar Chapter, serta dukungan dana CSR dari InfluenceStar Management menjalankan program Merdeka Air di Desa Watulabara.
"Program Merdeka Air di Desa Watulabara ini termasuk yang tersulit di tahun 2025 dilihat dari elevasi ketinggian mencapai 90 meter dan jalur pipa yang sulit dilewati bahkan oleh manusia sekalipun. Namun, hal ini menjadi possible berkat kekompakan antar multipihak,” ujar Senior Project Associate Solar Chapter, Amalia Narya.

Sebanyak 18 panel surya yang dipasang mampu memompa hingga 58.000 liter air per hari. Air dialirkan ke permukiman dan dimanfaatkan oleh 1.119 warga.
“Awalnya saya tidak yakin, posisi bak ini tinggi sekali. Saya takut air tidak sampai, tapi ketika akhirnya mengalir, lebih dari wow, kami senang, harapan besar akhirnya dapat terwujud," ujar Kepala Desa Watulabara, Marten Malo.
Baca Juga:
Ironi Krisis Air Bersih di Perkotaan |