Ilustrasi. Foto: Dok Kemenperin
Eko Nordiansyah • 28 May 2025 12:17
Jakarta: Rencana kebijakan kenaikan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk produk polyester oriented yarn dan draw textured yarn (POY-DTY) yang diterapkan pemerintah menuai sorotan. Salah satunya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengkhawatirkan kebijakan ini dapat mengganggu persaingan usaha dan merugikan industri hilir tekstil.
Ketua Komite Tetap Kebijakan dan Regulasi Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Veri Anggrijono, mendukung langkah KPPU meminta kepada Kementerian Perdagangan dan KADI untuk mengevaluasi kembali rencana kebijakan BMAD benang POY dan DTY. Menurutnya, saat ini hanya tinggal beberapa perusahaan yang memproduksi benang filamen polyester tersebut, itu bukan diakibatkan oleh dumping.
"Kalau dari data yang ada kebutuhan serat benang kita itu jutaan ton per tahun tetapi kapasitas dalam negeri hanya bisa menyediakan 514 ribuan ton per tahun itupun banyak dipakai untuk keperluan sendiri dan diekspor. Bagaimana kekurangan bahan baku bagi pelaku industri tekstil lainnya jika diberlakukan BMAD yang jumlahnya mencapai 109 ribu ton?," ujarnya kepada wartawan, Rabu, 28 Mei 2025.
Veri menegaskan, apabila bahan baku tidak dapat disiapkan di dalam negeri sedangkan BMAD tetap dijalankan otomatis akan banyak industri TPT yang akan bangkrut.
"Otomatis akan terjadi PHK massal jika bahan baku dalam negeri tidak bisa terpenuhi sedangkan BMAD tetap dijalankan, saat ini kita berbicara nasib puluhan ribu pekerja industri TPT yang harus kita jaga agar tidak terjadi PHK massal," ujar dia.
Veri juga menekankan, pemerintah seharusnya dapat melihat, jika memang bahan baku di dalam negeri itu tidak bisa terpenuhi maka seharusnya kebijakan impor untuk bahan baku tersebut dipermudah agar tercipta ekosistem dalam negeri yang baik.
Baca juga:
Kemenperin Ungkap Penyebab Banjirnya Produk Impor di Indonesia |