Ilustrasi. Foto: Freepik.
Eko Nordiansyah • 22 July 2025 11:35
Jakarta: Harga minyak dunia terus menunjukkan pelemahan seiring meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap prospek permintaan energi global. Sentimen negatif yang membayangi pasar, terutama dari sisi geopolitik dan kebijakan perdagangan internasional, menjadi katalis utama yang mendorong minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) kembali bergerak ke zona bearish.
Pada perdagangan Senin, 21 Juli 2025, harga WTI ditutup turun sebesar 14 sen atau 0,2 persen dan menetap di level USD67,20 per barel. Tekanan ini berlanjut pada Selasa pagi, 22 Juli, di mana harga turun ke USD66,99 per barel atau melemah 0,31 persen. Sementara itu, kontrak aktif untuk pengiriman September berada di angka USD65,72 setelah terkoreksi sebesar 23 sen.
Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha mengungkapkan, penurunan harga minyak ini dipicu oleh beberapa faktor utama. Sanksi baru dari Uni Eropa terhadap minyak Rusia ternyata dinilai memiliki dampak yang minim terhadap pasokan global. Di sisi lain, muncul kekhawatiran baru dari meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa.
"Potensi perang dagang ini memicu kekhawatiran investor akan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan permintaan bahan bakar," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 22 Juli 2025.
AS bahkan mengancam akan memberlakukan tarif hingga 30 persen atas impor dari Uni Eropa jika kesepakatan perdagangan tidak tercapai hingga 1 Agustus mendatang. Uni Eropa sendiri dikabarkan sedang mempertimbangkan langkah balasan yang lebih luas, menandakan bahwa eskalasi ini dapat memanas dalam waktu dekat.
Selain itu, sentimen pasar juga terdampak oleh berakhirnya gencatan senjata antara Israel dan Iran yang diumumkan pada 24 Juni lalu. Gencatan senjata ini sempat menenangkan pasar dari kekhawatiran gangguan pasokan di kawasan Timur Tengah. Seiring meredanya ancaman tersebut, investor kini mengalihkan fokus pada kondisi pasokan global yang kembali meningkat.
Data dari Joint Organizations Data Initiative (JODI) menunjukkan ekspor minyak mentah Arab Saudi pada bulan Mei naik ke level tertinggi dalam tiga bulan terakhir, menambah tekanan pada harga minyak yang sudah terbebani oleh sentimen negatif lainnya.
Baca juga:
Harga Minyak Dunia Turun Tipis |
Andy memproyeksikan secara teknikal, tren bearish pada WTI saat ini semakin menguat. Berdasarkan pola candlestick harian serta posisi indikator Moving Average, harga WTI kini bergerak di bawah MA 20 dan MA 50 harian, yang menandakan tekanan jual masih mendominasi pasar.
Andy menjelaskan, apabila tekanan bearish ini terus berlanjut, maka harga WTI berpotensi menguji level support terdekat di kisaran USD64 per barel. Namun, jika tekanan jual mereda dan terjadi koreksi teknikal, maka harga berpeluang untuk naik ke kisaran resistance terdekat di sekitar level USD65,5 per barel sebelum kembali mencari arah pergerakan baru.
Meskipun pelemahan dolar AS memberikan sedikit dukungan terhadap harga minyak karena membuat harga lebih murah bagi pembeli luar negeri dampak ini belum cukup signifikan untuk membalikkan arah tren. Kondisi saat ini masih menunjukkan ketidakpastian yang tinggi, terutama dengan munculnya potensi eskalasi perang dagang dan pertumbuhan pasokan yang lebih cepat dari ekspektasi pasar.
Andy menyarankan agar pelaku pasar tetap waspada dan memantau perkembangan kebijakan global serta data fundamental yang bisa memicu volatilitas harga lebih lanjut. Dalam kondisi seperti ini, strategi pengelolaan risiko yang ketat dan pemahaman mendalam terhadap sentimen pasar sangat diperlukan.
"Dengan semakin kuatnya tekanan dari sisi fundamental dan teknikal, pasar minyak saat ini bergerak dalam kondisi yang rentan dan cenderung sideways hingga muncul katalis baru yang lebih kuat," ungkap dia.
Dalam pandangan Andy, arah pergerakan harga dalam waktu dekat akan sangat bergantung pada perkembangan kebijakan perdagangan antara AS dan Uni Eropa serta laporan data pasokan global yang dirilis oleh negara-negara produsen utama. Ketidakpastian tinggi membuat pasar cenderung reaktif terhadap berita dan spekulasi, sehingga setiap pernyataan atau kebijakan baru berpotensi memicu pergerakan tajam dalam waktu singkat.