Perdana Menteri Anthony Albanese dalam konferensi pers di Gedung Parlemen di Canberra, Australia, 1 Agustus 2023. (Mick Tsikas/EPA-EFE)
Riza Aslam Khaeron • 20 August 2025 11:50
Canberra: Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dan pemerintahannya menjadi sasaran kritik tajam dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Namun, Australia bersikap tegas dan menolak tunduk pada tekanan, terutama setelah keputusan Canberra untuk mengakui negara Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB pada September mendatang.
Melansir ABC Australia, pertukaran sindiran antara Israel dan Australia dimulai setelah surat resmi yang dikirim Netanyahu pada 17 Agustus, ia menuduh keputusan Australia sebagai tindakan yang "menyiramkan bensin ke dalam api antisemitisme" dan menyebut kebijakan itu sebagai bentuk "penyerahan diri" terhadap kelompok yang ia tuding ekstremis.
Lalu dalam unggahan media sosial Netanyahu pada Selasa malam, 19 Agustus 2025.
Ia menyebut Albanese sebagai "politikus lemah yang mengkhianati Israel dan meninggalkan komunitas Yahudi Australia".
Menanggapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Australia Tony Burke menyampaikan kritik keras terhadap Netanyahu.
"Kekuatan tidak diukur dari seberapa banyak orang yang bisa kamu ledakkan atau seberapa banyak anak yang kamu buat kelaparan," ujar Burke kepada ABC.
Ia menambahkan bahwa kekuatan sejati justru tercermin dari pendekatan diplomatis Albanese yang secara langsung menyampaikan rencana pengakuan negara Palestina kepada Netanyahu dalam percakapan pribadi.
"Dia tidak menyembunyikannya. Dia berbicara langsung, memberi ruang bagi Netanyahu untuk menyampaikan keberatannya secara pribadi," kata Burke.
Ketegangan meningkat setelah Australia membatalkan visa politisi sayap kanan Israel, Simcha Rothman, yang dijadwalkan mengadakan tur pidato di Australia.
Rothman dikenal dengan pernyataannya yang menyebut anak-anak Palestina sebagai musuh dan menolak solusi dua negara.
Baca Juga: Kedubes Australia Luncurkan Pameran 'Two Nations: A Friendship is Born' |