Sebuah sesi sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB di New York. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 22 October 2025 18:09
New York: Kosovo dan Serbia kembali terlibat adu argumen sengit dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat (AS) pada Selasa, 21 Oktober 2025, yang membahas laporan terbaru United Nations Mission in Kosovo (UNMIK). Dalam forum tersebut, kedua negara saling menuding terkait sumber ketegangan yang terus meningkat di kawasan Balkan.
Menteri Luar Negeri Kosovo Donika Gervalla-Schwarz menilai keberadaan UNMIK sudah tidak relevan dan justru membebani anggaran internasional. Ia juga menuduh Serbia masih memiliki ambisi hegemonik terhadap Kosovo dengan menggunakan istilah “Kosovo dan Metohija” dalam berbagai forum resmi.
“Serbia kini menjadi ancaman nyata bagi kawasan. Kami melihat penyebaran propaganda sistematis yang mempersiapkan agresi militer terhadap negara kami,” ujarnya di hadapan Dewan Keamanan, dikutip dari Anadolu Agency, Rabu, 22 Oktober 2025.
Gervalla-Schwarz menyoroti kekuatan militer Serbia yang disebutnya jauh melebihi kebutuhan pertahanan nasional, dengan sebagian besar peralatan berasal dari Rusia dan Tiongkok. Ia menyebut dinamika ini sebagai bagian dari agenda geopolitik yang lebih luas di Eropa Timur.
“Banyak yang menyebut Serbia sebagai ‘Rusia kecil’ karena pengaruh Moskow begitu kuat di sana,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Serbia Marko Djuric menuding pemerintah Kosovo melakukan pelanggaran sistematis terhadap hak-hak warga Serbia di wilayah tersebut. Ia menggambarkan kondisi di lapangan sebagai “kehancuran kehidupan manusia dan penyangkalan hak secara sistematis.”
Djuric menegaskan bahwa Serbia berkomitmen menjaga perdamaian dan menyerukan agar Dewan Keamanan mempertahankan mandat UNMIK demi melindungi komunitas Serbia di Kosovo.
Kosovo memproklamasikan kemerdekaannya pada 2008 dan kini diakui oleh 108 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Turki. Namun Serbia, yang masih menganggap Kosovo sebagai bagian dari wilayahnya, menolak pengakuan tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan lintas batas meningkat, terutama di daerah-daerah berpenduduk mayoritas etnis Serbia, memunculkan kekhawatiran baru terhadap stabilitas kawasan Balkan. (Keysa Qanita)
Baca juga: PM Kosovo Tuduh Serbia Hasut Kekerasan dan 'Menginginkan Perang'