Kejaksaan Bantu Negara Benahi 4 Isu Kebocoran Devisa

Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id

Kejaksaan Bantu Negara Benahi 4 Isu Kebocoran Devisa

Tri Subarkah • 18 December 2024 18:33

Jakarta: Kelompok Kerja (Pokja) Desk Koordinasi Penerimaan Devisa Negara menggelar rapat perdana di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta. Rapat yang dipimpin Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen Sarjono Turin itu menyoroti empat isu penting yang menyebabkan kebocoran penerimaan negara.

Desk Koordinasi Penerimaan Devisa Negara sendiri memiliki tiga fokus pokja di dalamnya, yaitu Pokja Devisa Hasil Ekspor yang dipimpin Kementerian ESDM, Pokja Devisa Pembayaran Impor yang dipimpin Kementerian Keuangan, dan Pokja Sektor Jasa yang dipimpin Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengungkap, ada empat isu strategis terkait kebocoran devisa negara yang dibahas dalam rapat tersebut. Isu pertama mengenai stockpile bauksit di Kepulauan Riau. Dalam pertemuan itu, terungkap bahwa ada 5 juta ton bijih bauksit yang masih tertahan di berbagai lokasi di Kepulauan Riau.

"Dengan asumsi nilai sebesar USD20 juta per ton, devisa yang berpotensi dihasilkan mencapai USD100 juta. Namun, regulasi terkait penjualan barang milik negara ini masih perlu disusun oleh Kementerian Keuangan," papar Harli dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 Desember 2024.
 

Baca juga: 

Komjak Ingatkan Jamwas Baru Perbaiki Integritas Jaksa



Isu kedua adalah titik rawan kebocoran ekspor. Menurut Harli, terdapat beberapa modus kebocoran ekspor yang terjadi selama ini, misalnya pengiriman barang antarpulau yang menyimpang ke luar negeri. Dalam hal ini, Kementerian Perdagangan disebut telah menerbitkan regulasi terkait kewajiban melapor manifes kapal yang akan efektif sepenuhnya pada 2025.

Ketiga, isu optimalisasi devisa pembayaran impor. Harli mengatakan, rapat Pokja Desk Koordinasi Penerimaan Devisa Negara menyoroti nilai impor bahan baku penolong yang mencapai 71 persen dari total impor nasional. Menurutnya, strategi pengendalian impor dan pemanfaatan bahan baku untuk meningkatkan nilai tambah produk domestik menjadi fokus utama Pokja Devisa Pembayaran Impor.

Adapun isu terakhir mengenai optimalisasi demiva sektor jasa, utamanya dari pekerja migran. Pasalnya, masih terdapat pekerja migran Indonesia (PMI) yang belum terdata dan tercatat pada data statistik Kementerian Pekerja Migran Indonesia. Jumlahnya bahkan ditaksir 50 persen dari total PMI yang resmi.

"Hal ini tentunya mempengaruhi nilai penerimaan devisa negara yang riil. Bahwa sebagai pembanding, perolehan nilai penerimaan devisa negara dari PMI tahun 2023 sekitar Rp227 triliun," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)