Harga emas dunia. Foto: Unsplash.
Texas: Emas dunia kembali naik setelah tergelincir dari rekor tertingginya pada Rabu, 10 April 2024, karena dolar AS dan imbal hasil Treasury menguat setelah angka inflasi yang lebih kuat dari perkiraan melemahkan ekspektasi penurunan suku bunga AS lebih awal.
Melansir Investing.com, pada Kamis, 11 April 2024, harga emas dunia acuan XAU/USD menguat 0,03 persen ke level USD2.334 per ons. Emas dunia sudah naik 18,13 persen dalam setahun. Emas dunia sudah bergerak dalam rentang USD2.333 sampai dengan USD2.337 per ons.
Indeks dolar AS naik 0,5 persen dan imbal hasil
Treasury AS melonjak setelah data tersebut dirilis, membuat emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil menjadi kurang menarik.
Laporan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan indeks harga konsumen naik 0,4 persen secara bulanan di Maret, dibandingkan dengan kenaikan 0,3 persen yang diperkirakan oleh para ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Pedagang logam independen yang berbasis di New York Tai Wong menuturkan harga emas tersandung karena data CPI yang lebih kuat dari perkiraan berkontribusi pada ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang lebih sedikit.
“Namun, mari kita tunggu dan lihat; karena emas telah bertahan dalam menghadapi data yang kuat selama periode yang luar biasa ini,” tambah Wong.
Meskipun dikenal sebagai lindung nilai terhadap inflasi, daya tarik emas batangan cenderung memudar ketika tingkat suku bunga meningkat. Harga emas batangan mencapai rekor tertinggi USD2,365.09 pada hari Selasa, 9 April 2024.
Emas dunia bisa tembus USD2.500
HSBC mengatakan dalam sebuah catatan mereka memperkirakan akan melihat kisaran perdagangan yang luas antara USD1.975 hingga USD2.500 untuk harga emas pada 2024.
“Meningkatnya risiko geopolitik secara signifikan mendukung emas karena konflik panas dan dingin, dan rekor jumlah pemilu tahun ini, menjaga termometer risiko tetap tinggi,” tambah catatan itu.
Shanghai Futures Exchange akan memberlakukan batasan perdagangan pada kontrak emasnya, menyusul kenaikan harga yang tajam.
"Kuatnya pembelian dari rumah tangga Tiongkok disebabkan oleh kurangnya pilihan alternatif yang dimiliki rumah tangga tersebut untuk berinvestasi saat ini karena sektor properti berada dalam krisis dan pasar saham sedang lesu," kata Ekonom komoditas di Capital Economics Kieran Tompkins.