Usman Hamid. (Foto: MI/Rommy Pujianto)
Media Indonesia • 23 February 2024 21:48
Jakarta: Intimidasi dan pembatasan terhadap suara kritis kepada pemerintah, terutama atas penyelenggaraan pemilu, disebut banyak terjadi selama masa Pemilu 2024. Bentuk intimidasinya mencakup laporan polisi hingga serangan fisik.
“Sasarannya termasuk pegiat seni, jurnalis, dan akademisi yang vokal. Ada pula sasaran yang mengarah kepada pihak yang bersuara kritis seputar kecurangan pemilu, termasuk yang berasal dari pendukung kubu yang berlawanan dengan kubu yang didukung Presiden Joko Widodo,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, Jakarta, Jumat, 23 Februari 2024.
Data Amnesty International mencatat sejak masa kampanye pemilu hingga sehari jelang pemungutan suara pada 14 Februari 2024, ada 16 kasus serangan yang menyasar setidaknya 34 pembela HAM yang bersuara kritis terhadap pemerintah.
Salah satu yang menonjol adalah intimidasi dan pembatasan kalangan sivitas akademika yang bersuara kritis mengenai pemilu. Mulai dari intimidasi kepada sejumlah akademisi Universitas Indonesia, Universitas Muhammadiyah Semarang, hingga pembubaran acara diskusi di Universitas Negeri Yogyakarta.
Data tersebut menambah jumlah serangan yang terjadi selama periode 2019-2023, yaitu 363 kasus dengan sedikitnya 1.033 korban. Serangan tertinggi dengan 268 korban terjadi sepanjang 2023.
“Kecenderungan meningginya pembatasan ini merupakan implikasi dari sikap Presiden Joko Widodo yang membela satu kubu. Ini menimbulkan situasi di mana orang-orang yang tidak sekubu dengannya, seolah berada di luar perlindungan hukum negara,” kata Ketua Badan Pengurus Amnesty Internasional Indonesia, Marzuki Darusman.
Baca Juga:
Publik Harus Teriak Soal Kecurangan Pemilu |