CEO JP Morgan Waspadai Ancaman Ekonomi Global

JPMorgan. Foto: Unsplash.

CEO JP Morgan Waspadai Ancaman Ekonomi Global

Arif Wicaksono • 25 April 2024 18:12

New York: CEO JPMorgan Jamie Dimon memperingatkan banyak orang Amerika yang sehat secara finansial harus mewaspadai berbagai ancaman ekonomi global karana geopolitik.

Dia mengatakan masyarakat AS mendapat manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang kuat dan lapangan kerja yang hampir mencapai rekor tertinggi.  
 

baca juga:

Ditopang Konsumsi Domestik, Pertumbuhan Ekonomi Korsel Melaju Cepat


"Bahkan jika kita memasuki resesi, kondisi konsumen tetap baik,” katanya, dilansir Business Insider, Kamis, 25 April 2024.

Namun dia mengatakan stagflasi bisa berdampak kepada masyarakat AS. Bahkan keadaanya bisa menjadi lebih buruk jika inflasi semakin tinggi.

"Itu tidak berarti kita bisa melawan dampak stagflasi, atau semacamnya, jika keadaannya menjadi lebih buruk. Sejauh ini, kami berada dalam kondisi yang cukup baik, dan sejauh ini sepertinya skenario tersebut merupakan skenario soft landing, namun saya harus berhati-hati dalam skenario tersebut,” tambah dia.

Dia mengatakan kepada Economic Club of New York nilai rumah penduduk dan portofolio saham telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Penduduk AS juga menghabiskan persentase pendapatan yang rendah dalam sejarah untuk pembayaran utang.

Keadaan geopolitik dunia

Tokoh terkemuka di Wall Street ini juga menyoroti beberapa peristiwa geopolitik yang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi global.

“Situasi geopolitik mungkin yang paling rumit dan berbahaya sejak Perang Dunia II,” katanya, merujuk pada ketegangan AS-Tiongkok serta konflik Rusia-Ukraina dan Timur Tengah.

Jamie Dimon menekankan dampak konflik luar negeri terhadap harga minyak dan gas, perdagangan internasional, dan hubungan militer, dan bagaimana dampak-dampak tersebut dapat merugikan negara-negara miskin secara tidak proporsional.

Dia mengatakan tatanan dunia sedang mengalami sedikit kekacauan jika tatanan tersebut kembali selaras.

Inflasi mereda

Inflasi telah mereda dari level tertinggi dalam 40 tahun lebih dari sembilan persen pada musim panas 2022 menjadi di bawah 4 persen dalam beberapa bulan terakhir. Namun inflasi tetap berada di atas target The Fed sebesar 2 persen.

The Fed telah menaikkan suku bunga dari hampir nol menjadi 5 persen tetapi menunda pembalikan kenaikan tersebut sampai inflasi yakin terkendali.

Biaya pinjaman yang lebih tinggi menghambat pengeluaran, perekrutan tenaga kerja, dan investasi, dan cenderung menurunkan harga aset dapat membantu mengurangi inflasi. Namun hal ini juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi hingga mencapai titik di mana resesi akan terjadi.

“Jika suku bunga naik dan terjadi resesi, hal itu akan merugikan perusahaan, lapangan kerja, keuntungan, dan real estate,” kata Dimon.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)