Ilustrasi rupiah. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.
Husen Miftahudin • 31 January 2024 20:19
Jakarta: Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari ini mengalami pelemahan saat melawan dolar Amerika Serikat (AS), berbalik arah dibandingkan penutupan perdagangan kemarin yang sukses menguat.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 31 Januari 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp15.782 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah tipis dua poin atau setara 0,02 persen dari posisi Rp15.780 di penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, bank sentral AS diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada Rabu waktu setempat, dan investor akan fokus pada petunjuk dari Ketua Fed Jerome Powell mengenai kemungkinan penurunan suku bunga pada Maret 2024.
"Data ekonomi AS yang solid telah membuat para pedagang mengurangi perkiraan pemangkasan suku bunga pada Maret menjadi 42 pesen dari sekitar 89 persen pada bulan lalu, menurut FedWatch Tool milik CME Group (NASDAQ:CME)," terang dia.
Menurut Ibrahim, banyak analis memperkirakan penurunan suku bunga pertama The Fed akan bertujuan untuk mencegah kesenjangan yang terlalu lebar antara inflasi dan suku bunga The Fed, karena hal ini akan memperketat kondisi keuangan lebih dari yang direncanakan oleh The Fed.
"Imbal hasil Treasury turun dan dolar melemah setelah Powell pada Desember mengindikasikan The Fed beralih ke siklus pelonggaran," tutur dia.
Data pada Selasa menunjukkan lowongan pekerjaan AS secara tak terduga meningkat pada Desember, sementara kepercayaan konsumen AS meningkat ke level tertinggi dalam dua tahun pada Januari. Selain itu, sepenuhnya memperkirakan penurunan suku bunga yang dilakukan Bank Sentral Eropa pada April.
Baca juga: Rupiah Makin Tertekan terhadap Dolar AS
IMF prediksi ekonomi RI tumbuh 5,0%
Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali mempertahankan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk periode 2023 dan 2024, yakni tetap di angka 5,0 persen. Proyeksi ini diambil berdasarkan asumsi kebijakan fiskal dan moneter RI.
"Sebelumnya, IMF telah meramalkan
ekonomi RI akan mampu tumbuh seperti yang pemerintah harapkan, meski proyeksi ekonomi global dari berbagai lembaga terus dipangkas," tutur Ibrahim.
Di samping itu, pada Januari 2024 pula IMF merevisi ke atas prospek ekonomi global 2024, dari 2,9 persen menjadi 3,1 persen. Banyak negara yang terus menunjukkan ketahanan yang luar biasa, dengan pertumbuhan yang semakin cepat seperti di negara-negara besar di Asia Tenggara.
Sementara negara mitra dagang Indonesia lainnya, yakni Tiongkok, masih diproyeksikan akan tumbuh melambat, di mana konsumsi dan investasi yang lebih lemah terus membebani aktivitas.
Sementara itu, di kawasan Uni Eropa, aktivitas diperkirakan akan sedikit pulih setelah 2023 yang penuh tantangan, ketika harga energi yang tinggi dan kebijakan moneter yang ketat membatasi permintaan.
Adapun, menurut Ibrahim, proyeksi dari lembaga internasional ini sejalan dengan target pemerintah yang mematok target pada level yang tidak jauh berbeda. Pemerintah dan para ekonom juga optimistis capaian produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2023 akan mampu di atas lima persen. Begitu pula dengan target pemerintah pada 2024 yang mematok target 5,2 persen.
"Namun, baik IMF, pemerintah, dan para ekonom terus mencermati perkembangan yang terjadi mulai dari tensi geopolitik yang meningkat hingga tekanan fiskal berbagai negara. Untuk itu, tahun ini pemerintah tidak mengubah proyeksi ekonomi 2024 tetap di angka 5,2 persen sesuai dengan asumsi APBN," jelas Ibrahim.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Ibrahim memprediksi rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif meskipun kemungkinan besar akan ditutup melemah.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.760 per USD hingga Rp15.840 per USD," tutup Ibrahim.