Menlu AS Marco Rubio. Foto: Anadolu
Muhammad Reyhansyah • 14 November 2025 17:16
Khartoum: Seorang penasihat senior kepada pemimpin pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pada Kamis, 13 November 2025 memperingatkan bahwa komentar Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio dapat mengganggu upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata di Sudan.
Dalam konferensi pers pada Rabu malam, Rubio menyerukan penghentian arus dukungan militer dari luar negeri kepada RSF, yang telah berperang melawan militer Sudan selama lebih dari dua tahun. Ia mengecam kondisi kemanusiaan di Sudan dan menegaskan bahwa “sesuatu harus dilakukan” untuk memutus aliran senjata dan bantuan lain yang diterima RSF.
Perebutan ibu kota Darfur Utara, el-Fasher, oleh RSF baru-baru ini menewaskan ratusan orang dan memaksa puluhan ribu warga melarikan diri dari dugaan kekejaman pasukan paramiliter tersebut, menurut lembaga kemanusiaan dan pejabat PBB.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan hampir 90.000 orang meninggalkan el-Fasher dan desa-desa sekitar melalui rute berbahaya tanpa akses makanan, air, atau perawatan medis.
Elbasha Tibeig, penasihat pemimpin RSF Mohammed Hamdan Dagalo, menyebut komentar Rubio sebagai “langkah yang tidak berhasil” dan tidak mendukung upaya global menuju gencatan senjata kemanusiaan.
“Pihak lain mungkin melihat pernyataan-pernyataan ini sebagai kemenangan politik dan diplomatik,” tulisnya di platform X, merujuk pada angkatan bersenjata Sudan. Ia mendesak pemerintah AS dan komunitas internasional untuk fokus menghentikan pasokan senjata “yang datang dari Iran dan Turki kepada milisi, tentara bayaran, dan brigade teroris” yang mendukung angkatan bersenjata.
Tibeig juga memperingatkan bahwa pernyataan Rubio dapat memicu eskalasi kekerasan.
Perang Sudan
Dikutip dari
ABC News, Jumat, 14 November 2025, perang antara RSF dan militer Sudan pecah pada 2023 setelah hubungan kedua mantan sekutu itu memburuk, meski sebelumnya mereka bertugas mengawasi transisi demokratis pasca-pemberontakan 2019.
Pertempuran telah menewaskan sedikitnya 40.000 orang menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sementara kelompok bantuan memperkirakan jumlah korban sebenarnya bisa jauh lebih tinggi. Sekitar 12 juta orang telah mengungsi.
Kedua pihak dituduh melakukan berbagai kekejaman selama perang, sementara sejumlah negara asing diduga terlibat dan memberikan dukungan militer kepada salah satu pihak.
Keterlibatan Asing
Selama berbulan-bulan, penilaian intelijen AS menyimpulkan bahwa Uni Emirat Arab, sekutu dekat Washington memasok senjata kepada RSF. UEA secara konsisten membantah tuduhan tersebut. Ketika ditanya, Rubio menegaskan bahwa AS mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam memasok RSF.
“Saya hanya bisa katakan bahwa, pada level tertinggi pemerintahan kami, tekanan sedang diberikan kepada pihak-pihak terkait,” ujarnya tanpa menyebut negara mana pun. “Ini harus dihentikan. Mereka jelas menerima bantuan dari luar.”
Meskipun Mesir membantah memasok senjata kepada angkatan bersenjata Sudan, Institut Studi Perang menyatakan bahwa Cairo kemungkinan mengirim satu paket jet tempur pada Maret dan menyediakan drone buatan Turki. Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty awal pekan ini juga menegaskan dukungan tegas negaranya kepada angkatan bersenjata Sudan setelah bertemu dengan panglima militer Abdel-Fattah Burhan di Port Sudan.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada Kamis turut menyerukan penghentian arus senjata dan pejuang dari pihak eksternal, serta mendesak kedua kubu mengambil langkah “cepat dan nyata” menuju penyelesaian konflik.
Sementara itu, garis pertempuran bergeser ke wilayah lain, terutama Kordofan. Dalam beberapa hari terakhir, bentrokan meningkat di sekitar kota Babanusa, lokasi markas divisi infanteri terakhir angkatan darat di Kordofan Barat. Pada Kamis, seorang pejabat militer yang berbicara tanpa disebutkan nama mengatakan pasukan pemerintah berhasil menggagalkan serangan RSF terhadap pangkalan infanteri tersebut.
Sebelumnya pada Kamis, RSF melalui saluran Telegram menyatakan akan merebut kota itu dalam hitungan jam. Pada Januari 2024, Babanusa mengalami pertempuran sengit antara RSF dan militer yang menyebabkan eksodus massal warga sipil. RSF kemudian menarik pasukannya, namun sejak itu mengepung kota yang berada di jalur suplai penting menuju berbagai basis militer di wilayah Kordofan.