Mengenang M Tabrani, Tokoh Penggagas Bahasa Indonesia

M Tabrani, penggagas pertama Bahasa Indonesia. (Instagram/@Museumsumpahpemuda)

Mengenang M Tabrani, Tokoh Penggagas Bahasa Indonesia

Riza Aslam Khaeron • 22 October 2025 09:05

Jakarta: Menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober 2025, penting untuk kembali menyoroti peran para pelopor yang selama ini luput dari sorotan sejarah. Salah satunya adalah Mohamad Tabrani Soerjowitjirto, atau lebih dikenal dengan nama M. Tabrani.

Ia bukan hanya seorang wartawan dan tokoh pergerakan nasional, melainkan juga sosok yang pertama kali mengusulkan agar bahasa Melayu dinamai "Bahasa Indonesia" sebagai bahasa persatuan.

Gagasan ini disampaikan secara resmi pada Kongres Pemuda I tahun 1926, dua tahun sebelum ikrar Sumpah Pemuda diucapkan.

Dengan latar belakang pendidikan jurnalistik dan pengalaman panjang dalam dunia pers serta politik, kontribusi Tabrani terhadap lahirnya Bahasa Indonesia patut ditempatkan sejajar dengan tokoh-tokoh besar lainnya dalam sejarah kebangsaan. Berikut profilnya.
 

Tokoh Jurnalis Pendukung Nasionalisme Pribumi

Mohamad Tabrani lahir di Pamekasan, Madura, pada 10 Oktober 1904. Ia menempuh pendidikan di MULO dan OSVIA Bandung, sebuah sekolah calon pegawai bumiputra Hindia Belanda. Meski telah disiapkan menjadi amtenar, Tabrani justru memilih jalur jurnalisme dan pergerakan nasional.

Karier awalnya dimulai di surat kabar Hindia Baroe sebagai wartawan di bawah Agus Salim, sebelum akhirnya menjadi pemimpin redaksi ketika Salim ditugaskan partai pada 1926.

Tak lama kemudian, Tabrani melanjutkan pendidikan jurnalistik di Universitas Berlin dan Köln, Jerman. Sepulang dari Eropa, ia memimpin beberapa media penting seperti Revee Politiek, Pemandangan, dan Suluh Indonesia. Ia juga pernah memimpin Persatuan Djoernalis Indonesia (Perdi) dan aktif dalam pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Pada masa pendudukan Jepang, Tabrani memimpin surat kabar Tjahaya di Bandung. Ia sempat dipenjara di Sukamiskin dan mengalami penyiksaan hingga kakinya cacat permanen.

Setelah keluar, ia kembali memimpin media dan tetap aktif dalam bidang pers hingga era kemerdekaan. Ia juga mendirikan Institut Jurnalistik dan Pengetahuan Umum bersama Mr. Wilopo di Jakarta.
 

Pengusul Nama “Bahasa Indonesia” di Kongres Pemuda I

Kontribusi paling signifikan Tabrani terhadap sejarah nasional terjadi saat Kongres Pemuda I pada 30 April – 2 Mei 1926 di Loji Bintang Timur, Batavia. Sebagai Ketua Panitia, ia menegaskan perlunya satu bahasa persatuan dalam rangka membentuk budaya bangsa yang merdeka.

Dalam perumusan naskah hasil kongres, Tabrani menolak usulan Muhammad Yamin yang menyebut “bahasa Melayu” sebagai bahasa persatuan. Bersama Sanusi Pane, ia mengusulkan agar bahasa itu disebut langsung sebagai “bahasa Indonesia”—sejalan dengan penyebutan tanah air dan bangsa.

Usulan ini disepakati dan menjadi pijakan penting dalam rumusan Sumpah Pemuda 1928. Dalam Kongres Pemuda I itu pula, Muhammad Yamin mengajukan rumusan yang ia sebut sebagai Ikrar Pemuda. Berikut bunyi asli dari rumusan tersebut:

Pertama
Kami poetra dan poetri Indonesia
mengakoe bertoempah darah jang satoe,
tanah Indonesia

Kedua
Kami poetra dan poetri Indonesia
mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia

Ketiga
Kami poetra dan poetri Indonesia
menjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Melajoe

Tabrani menyetujui dua butir pertama, tetapi menolak butir ketiga. Ia menyatakan bahwa jika tanah air dan bangsa disebut Indonesia, maka bahasa persatuan juga harus dinamai bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu.

Ahli bahasa Harimurti Kridalaksana bahkan menyebut tanggal 2 Mei 1926 sebagai hari lahir bahasa Indonesia karena keberanian Tabrani memperkenalkan nama tersebut secara resmi.
 
Baca Juga:
3 Tempat Historis Lahirnya Sumpah Pemuda
 

Visi Bahasa Indonesia untuk Persatuan Nasional


Foto: Tulisan Tabrani "Anak dan Bahasa Indonesia" di Koran Hindia Baroe, 11 Februari 2026. (Saefu Zaman, dkk)

Gagasan Tabrani mengenai bahasa Indonesia tidak berhenti pada kongres. Sejak awal 1926, ia telah menulis tentang perlunya memiliki bahasa nasional dalam rubrik “Kepentingan” di Hindia Baroe.

Dalam artikel berjudul “Kasihan” (10 Januari 1926) dan “Bahasa Indonesia” (11 Februari 1926), ia menyebut bahwa satu-satunya jalan mencapai persatuan adalah melalui bahasa bersama yang kelak harus disebut “Bahasa Indonesia”.

Dalam artikel "Bahasa Indonesia", Tabrani mengemukakan empat gagasan penting. Pertama, bahwa pergerakan persatuan anak Indonesia sulit berkembang cepat karena belum memiliki bahasa yang mudah dimengerti seluruh rakyat Indonesia.

Kedua, ia menyatakan bahwa untuk menerbitkan bahasa Indonesia akan banyak menghadapi rintangan.

Ketiga, tujuan dari perjuangan bahasa ini adalah mempercepat dan memperkuat semangat persatuan. Dan keempat, ia meyakini bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia hanya dapat tercapai melalui persatuan yang ditopang oleh satu bahasa yang disebut Bahasa Indonesia.

Pada Kongres Bahasa Indonesia I di Solo (1938), Tabrani menyampaikan makalah berjudul “Meentjepatkan Penjebaan Bahasa Indonesia” dan mengusulkan agar penguasaan bahasa Indonesia menjadi syarat pengangkatan pejabat serta kewajiban surat-menyurat resmi.

Ia juga mendukung petisi Sutardjo yang mengusulkan penggunaan bahasa Indonesia di Volksraad dan Gemeenteraad. Sepanjang hayatnya, Tabrani konsisten memosisikan bahasa Indonesia sebagai alat perjuangan, alat persatuan, serta bahasa resmi negara yang merdeka dan berdaulat. Ia tutup usia pada 12 Januari 1984.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)