Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, dalam forum bertajuk '1 Tahun Prabowo-Gibran: Optimism on 8% Economic Growth' di JS Luwansa Hotel & Convention Center, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025. Metrotvnews.com/ Duta Aerlangg
Husen Miftahudin • 16 October 2025 15:37
Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengakui masih ada sektor-sektor yang melempem di tengah perbaikan perekonomian nasional. Jebloknya sektor-sektor ini terindikasi dari turunnya Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).
Mengutip data Bank Indonesia (BI), IKK Indonesia per September 2025 tercatat sebesar 115. Angka ini turun dibandingkan IKK yang tercatat pada Agustus 2025 sebesar 117,2.
"Sektor yang paling kena hit selama ini adalah sektor padat karya, yaitu tekstil dan garmen. Tekstil ini salah satu sektor yang benar-benar terkena dampak dimana mereka turun hingga 20 persen," kata Shinta dalam forum bertajuk '1 Tahun Prabowo-Gibran: Optimism on 8% Economic Growth' di JS Luwansa Hotel & Convention Center, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.
Selain industri tekstil dan garmen, industri furnitur juga mengalami penurunan sekitar 10 persen hingga 20 persen. Lalu sektor otomotif yang terjadi penurunan sekitar sembilan persen, serta sektor properti yang demand-nya turun hingga 40 persen.
"Kalau kita melihat di sini, ternyata di lapangan-lapangan ini masih tertekan. Jadi situasianya sudah banyak perbaikan-perbaikan tapi masih tertekan," jelas Shinta.
Sokong insentif kelas menengah
Terkait hal ini, Shinta meminta pemerintah untuk melihat supply dan demand secara keseluruhan. Dari segi demand, daya beli masyarakat mesti digenjot guna menambah daya gedor kepada pemulihan sektor-sektor yang tertekan.
"Sasaran insentif ke kelas menengah yang sekarang sedang ada penurunan untuk mereka bisa consume juga. Ini untuk boosting daya beli, termasuk suplai," ungkap Shinta.
Dari segi suplai, ada beberapa hal yang masih menjadi perhatian pemerintah. Pertama soal deregulasi. Shinta mengakui deregulasi sudah mulai ada perbaikan dari segi impor, investasi, serta perizinan.
"Tapi sekarang terjadi banjir impor yang mungkin banyak faktornya. Belum lagi soal high cost economy yang tidak cuma pelaku usaha besar, UMKM juga kena high cost economy," bebernya.
Menurut Shinta high cost economy terjadi akibat biaya logistik yang tinggi, suku bunga pinjaman yang masih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, hingga kenaikan harga gas.
"Misalnya logistik, UMKM kena biaya logistik tinggi. Kemudian suku bunga pinjaman yang masih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga. Ini perhitungan-perhitungan yang mesti diperhatikan," ujar Shinta.