Pengamat: 'Membersihkan Gaza' Tidak Akan Menguntungkan Siapapun

Gaza, 25 Maret 2024. (EPA-EFE/HAITHAM IMAD)

Pengamat: 'Membersihkan Gaza' Tidak Akan Menguntungkan Siapapun

Riza Aslam Khaeron • 2 February 2025 11:22

Washington DC: Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyarankan agar penduduk Gaza dipindahkan ke Mesir dan Yordania untuk "membersihkan Gaza" menuai reaksi keras dari komunitas internasional.

Para pengamat menilai bahwa kebijakan ini tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga dapat memperburuk ketegangan di Timur Tengah serta merusak hubungan diplomatik AS dengan sekutu-sekutunya.
 

Pernyataan Trump dan Respon Arab

Dikutip dari The New York Times, Minggu, 2 Februari 2025, Trump menyatakan bahwa lebih dari "satu setengah juta orang" harus "dikeluarkan dari Gaza," yang ia gambarkan sebagai "situs pembongkaran." Pernyataan ini memicu reaksi tajam dari negara-negara Arab, termasuk Mesir, Yordania, dan Arab Saudi, yang menolak gagasan tersebut secara tegas.

"Setiap rencana yang mendorong transfer atau pencabutan warga Palestina dari tanah mereka akan mengancam stabilitas di kawasan ini dan merusak peluang perdamaian serta keberlangsungan hidup bersama antar masyarakat," bunyi pernyataan resmi yang ditandatangani oleh negara-negara Arab pada 1 Februari 2025 dikutip dari The New York Times.
 

Dampak Geopolitik dan Diplomasi AS

Dalam analisisnya yang diterbitkan oleh Carnegie Endowment for International Peace pada 28 Januari 2025, Amr Hamzawy, seorang pakar politik Timur Tengah dan direktur Carnegie Middle East Program, menilai bahwa usulan Trump menguntungkan kelompok sayap kanan Israel dan berisiko merusak hubungan AS dengan sekutu-sekutunya di Timur Tengah.

"Pernyataan ini bertentangan dengan hukum internasional dan resolusi-resolusi PBB yang mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri di wilayah mereka," tulis Hamzawy dalam analisisnya, dikutip dari Carnegie Endowment, Minggu, 2 Februari 2025.

Hamzawy menyoroti bahwa pemindahan paksa warga Palestina tidak hanya memperburuk ketegangan regional tetapi juga merusak kredibilitas AS sebagai mediator utama dalam konflik Timur Tengah. Langkah ini dapat menghambat upaya Washington dalam membangun kembali stabilitas di kawasan serta memperlemah pengaruh diplomatiknya terhadap sekutu-sekutu Arab yang selama ini diandalkan dalam kebijakan luar negeri AS.

"Upaya seperti ini hanya akan memperkuat polarisasi dan ketidakpercayaan di kawasan, serta menutup kemungkinan keterlibatan AS dalam proses diplomasi yang lebih luas," tambahnya.

Menurut Hamzawy, Trump telah memberikan legitimasi politik kepada kelompok sayap kanan Israel yang selama ini berupaya menjadikan Gaza tidak layak huni. Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Israel, langsung merespons positif pernyataan Trump dan menyebut bahwa kabinet Israel sedang menyusun rencana untuk "mendorong" warga Palestina meninggalkan Gaza atau mencegah mereka kembali.
 
Baca Juga:
Negara-Negara Arab Tolak Seruan Trump untuk ‘Membersihkan’ Gaza

Selain itu, Hamzawy menyebut bahwa kebijakan ini tidak hanya mengancam stabilitas kawasan tetapi juga berpotensi menganulir hak rakyat Palestina yang telah dijamin dalam resolusi PBB, termasuk Resolusi Dewan Keamanan PBB 242, yang mengakui hak Palestina untuk mendirikan negara merdeka berdasarkan perbatasan 1967.

Hamzawy juga menggarisbawahi bahwa kebijakan ini berisiko menggagalkan upaya AS dalam menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab. Arab Saudi, yang sebelumnya menunjukkan sinyal untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, telah menegaskan bahwa proses tersebut tidak akan terjadi tanpa solusi yang jelas bagi Palestina.

Dikutip dari Carnegie Endowment, Minggu, 2 Februari 2025, kebijakan ini justru dapat membuat negara-negara Arab enggan bekerja sama lebih jauh dengan Washington.

Selain itu, tindakan AS yang mendukung pemindahan paksa warga Gaza dapat memicu gelombang perlawanan lebih besar dan memberi celah bagi kelompok ekstremis untuk memanfaatkan situasi ini. "Kebijakan seperti ini justru memperkuat militansi dan mengikis harapan akan solusi diplomatik jangka panjang," tegas Hamzawy.

Para pengamat sepakat bahwa kebijakan Trump untuk "membersihkan Gaza" tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga berisiko memperburuk stabilitas regional serta merusak hubungan diplomatik AS dengan negara-negara Arab. 

Trump juga mengabaikan pentingnya bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi di Gaza, yang hingga kini masih sulit disalurkan akibat blokade ketat Israel dan ketidakstabilan yang terus berlangsung.

Carnegie Endowment mencatat bahwa "daripada mendorong pemindahan paksa, seharusnya prioritas utama adalah memastikan akses bantuan internasional bagi penduduk Gaza yang selamat dari perang."

Ke depan, keberlanjutan gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan ke Gaza tetap menjadi prioritas bagi komunitas internasional. Namun, upaya diplomasi akan semakin sulit jika kebijakan seperti ini terus digaungkan oleh pemerintahan AS.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Rodhi Aulia)