Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ade Hapsari Lestarini • 9 January 2025 16:09
Jakarta: Pertumbuhan ekonomi di enam besar negara ASEAN (ASEAN-6) diperkirakan akan mencapai 4,8 persen di 2025.
Chief Investment Officer, Southeast Asia and ASEAN for Private Banking and Wealth Management HSBC, James Cheo, mengatakan, angka ini lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN, yaitu 4,4 persen.
"Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi dan investasi dalam negeri yang kuat," ujar James Cheo, dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Januari 2025.
Dia memaparkan, sekitar 60 persen dari total ekonomi ASEAN berasal dari konsumsi masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi risiko penurunan ekspor di tengah ketidakpastian perdagangan global pada 2025.
"Di ASEAN, negara-negara yang berhubungan kuat dengan ekspor teknologi terkait kecerdasan buatan (AI), akan menikmati siklus pertumbuhuan teknologi global yang sedang berlangsung," jelas dia.
Selain itu, ekonomi ASEAN tetap menjadi penerima manfaat dan pergeseran arus perdagangan dan reorientasi rantai pasokan yang didorong oleh pembatasan perdagangan AS dan tarif pada Tiongkok.
Tren teratas di Asia dalam tatanan dunia baru
HSBC Global Private Banking (GPB) merekomendasikan empat tema investasi utama untuk menangkap peluang pertumbuhan dan pendapatan paling menarik di Asia.
"HSBC GPB memilih perusahaan-perusahaan berkualitas di Asia yang bergantung pada permintaan domestik dan memiliki eksposur terbatas ke pasar Amerika Serikat," jelas dia.
Adapun di Tiongkok, Hong Kong, dan Jepang, HSBC GPB menemukan peluang menarik untuk menghasilkan keuntungan dari perusahaan-perusahaan unggulan domestik yang sangat kompetitif dan memiliki pertumbuhan pendapatan di atas rata-rata sektor mereka.
Di Tiongkok, HSBC GPB memilih saham-saham perusahaan internet berkualitas dengan valuasi menarik, prospek pendapatan di atas rata-rata sektornya, dan meningkatkan pengembalian bagi para pemegang sahamnya. HSBC GPB juga menyukai saham-saham perusahaan yang bergerak di bidang perjalanan domestik dan pemimpin yang tangguh di sektor konsumsi.
Sementara di Jepang, tren reflasi yang berkelanjutan dan kenaikan upah yang besar menjadi pertanda baik bagi perusahaan-perusahaan yang berfokus pada konsumsi domestik.
"Para pemimpin domestik di Asia yang tangguh ini dapat menjadi
safe haven yang relatif aman untuk menahan risiko tarif, dan perusahaan-perusahaan ini diperkirakan mengungguli perusahaan eksportir yang fokus pada pasar AS," tambah Cheo.
Ilustrasi. Foto: dok MI/Ramdani.
Meningkatkan pengembalian pemegang saham di Asia
Selain itu, HSBC GPB mencari imbal hasil saham yang tangguh dan defensif dengan berinvestasi pada perusahaan-perusahaan berkualitas yang meningkatkan pengembalian saham dengan membayar dividen tinggi atau meningkatkan pembelian kembali saham.
Estimasi konsensus memperkirakan pengembalian saham di Asia di luar Jepang, akan meningkat dari 11,5 persen pada 2024 menjadi 12 persen pada 2025. Pembelian kembali saham di Asia tumbuh pesat, terutama di pasar Jepang, Tiongkok, dan Hong Kong.
Bank sentral Tiongkok meluncurkan fasilitas pinjaman khusus pada pertengahan Oktober untuk bank-bank komersial guna memfasilitasi pembelian kembali saham oleh perusahaan-perusahaan terbuka dan pemegang saham utama.
"Pembelian kembali saham di Tiongkok mencapai rekor tertinggi pada 2024, lebih dari dua kali lipat dari total 2023," jelas Cheo.
Pertumbuhan pendapatan yang solid diperkirakan akan mendorong pertumbuhan dividen lebih dari tujuh persen di Asia, kecuali Jepang, dan sembilan persen di Jepang pada 2025, berkat kemajuan positif dari reformasi tata kelola perusahaan di Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.
Imbal hasil dividen di Singapura dan Indonesia sebesar 4,2 persen; Hong Kong dan Malaysia sebesar 3,9 persen terlihat menarik dibandingkan dengan 1,8 persen secara global. HSBC GPB menyukai perusahaan-perusahaan BUMN Tiongkok yang berkualitas, saham asuransi, telekomunikasi, dan properti Hong Kong yang membayar dividen tinggi.
"HSBC GPB juga menyukai beberapa pengembang properti yang
oversold dengan neraca yang kuat," tambah dia.
Kebangkitan India dan ASEAN
HSBC GPB menemukan peluang yang menjanjikan yang didorong oleh faktor domestik di India dan ASEAN, memanfaatkan dukungan dari tren sekuler seperti demografi penduduk usia muda, konsumen kelas menengah yang meningkat, dan lonjakan di sektor teknologi.
HSBC GPB lebih berfokus pada perusahaan yang unggul pada konsumsi domestik untuk mengurangi risiko tarif. Penurunan saham India baru-baru ini menghadirkan peluang menarik untuk meningkatkan eksposur karena India tetap didukung dengan baik oleh pertumbuhan pendapatan 2025 yang diperkirakan sebesar 17 persen, ROE yang tinggi, dan arus masuk yang kuat dari investor domestik.
Profil pendapatan India yang didorong oleh domestik menjadikannya defensif terhadap risiko tarif AS. Di ASEAN, HSBC lebih memilih saham Singapura karena negara tersebut memiliki defisit perdagangan yang cukup rendah terhadap AS, menjadikannya pilihan defensif terhadap risiko tarif dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini, terutama dengan dukungan imbal hasil dividennya yang menarik.