Protes anti-Israel masih terus menyebar di Amerika Serikat. Foto: Anadolu
New Heaven: Yale University menjadi institusi terbaru di Amerika Serikat (AS) yang membubarkan kelompok pro-Palestina, Yalies4Palestine. Pembubaran bersamaan dengan kunjungan kontroversial Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir ke kampus tersebut pada Rabu, 23 April 2025.
Keputusan ini memicu protes dan kecaman dari aktivis hak asasi manusia yang menilai universitas melakukan standar ganda dalam menangani isu Palestina-Israel.
Pihak administrasi Yale membenarkan pelarangan tersebut dengan alasan kelompok mahasiswa itu melanggar kebijakan penggunaan ruang terbuka setelah menggelar aksi protes dan mendirikan tenda di kampus. Dalam pernyataannya, Yale juga menyatakan sedang menyelidiki dugaan “perilaku anti-Semit yang mengganggu” selama aksi tersebut, meski tidak memberikan bukti spesifik.
Kelompok pengunjuk rasa membantah klaim ini dan menegaskan aksi mereka murni menentang kebijakan Israel di Gaza.
Protes dan reaksi kontroversi
Kedatangan Ben-Gvir memicu aksi demonstrasi yang berlangsung selama dua hari. Dalam pidatonya di sebuah kelompok Yahudi dekat kampus, Ben-Gvir mengejek pengunjuk rasa dengan “tanda kemenangan”. Sementara para mahasiswa membalas dengan yel-yel “memalukan bagi Anda”.
Insiden memanas ketika seorang pengunjuk rasa melemparkan botol air ke arah menteri Israel tersebut, meski tidak ada korban luka.
Mengutip dari
Al Jazeera, Kamis, 24 April 2025, Raed Jarrar dari Democracy for the Arab World Now (DAWN) mengkritik keras respons Yale, “Membungkam protes damai sementara membiarkan figur seperti Ben-Gvir yang menyerukan genosida berbicara di kampus bukan sekadar kontradiksi moral—ini kegagalan hukum dan moral.”
Ben-Gvir sebelumnya secara terbuka mendukung pengeboman gudang makanan di Gaza, yang menurut hukum internasional merupakan kejahatan perang.
Tekanan politik dan dampak pada kebebasan akademik
Larangan ini terjadi di tengam tekanan politik dari pemerintahan Presiden Donald Trump terhadap universitas-universitas AS yang dianggap “lunak” pada protes pro-Palestina. Administrasi Trump telah mengancam mencabut pendanaan federal bagi beberapa kampus, termasuk Harvard dan Columbia, jika tidak menindak demonstrasi serupa.
Para pengunjuk rasa Yale menuding kampus mereka mengorbankan prinsip kebebasan akademik demi menghindari sanksi politik. Dalam pernyataan mereka di Yale Daily News, mahasiswa menegaskan, “Menyerang mahasiswa dan mengasingkan komunitas tidak akan menyelamatkan Yale.”
Eman Abdelhadi, sosiolog The University of Chicago, menyoroti ironi dalam sikap Yale.
“Ben-Gvir tidak menghadapi konsekuensi, sementara para pengunjuk rasa dihukum. Ini menunjukkan kontradiksi terdalam di lembaga yang seharusnya menjunjung kebenaran dan pemikiran kritis,” ujar Abdelhadi.
Kebijakan Yale menuai kritik luas karena dianggap tunduk pada narasi politik yang mengaitkan kritik terhadap Israel dengan anti-Semitisme. Padahal, banyak peserta aksi berasal dari kalangan Yahudi progresif yang menentang kebijakan pemerintah Israel.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)