Ilustrasi haji. Dok. Kemenag
Achmad Zulfikar Fazli • 25 September 2025 17:47
Jakarta: Guru Besar Ilmu Hukum Unila, Prof. Rudy, memberikan analisis normatif dan konstitusional soal kewenangan menteri agama (menag) dalam pembagian kuota haji. Kewenangan menteri agama dalam menetapkan kuota tambahan bersifat atribusi yang diberikan langsung oleh undang-undang, sehingga bukan merupakan perbuatan melawan hukum.
"Kuota tambahan sebagaimana diatur Pasal 9 UU PIHU berdiri sendiri, bersifat dinamis, dan dapat dikelola secara fleksibel sepanjang berlandaskan prinsip keadilan, proporsionalitas, dan kepentingan umum,” kata Rudy, dalam keterangannya, Kamis, 25 September 2025.
Rudy menjelaskan pokok analisisnya, mendasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, Pasal 8 UU PIHU-Kuota Dasar, yang memberikan kewenangan kepada Menteri Agama untuk menetapkan kuota haji Indonesia setiap tahun, yang terbagi menjadi haji reguler dan haji khusus.
Kemudian, Pasal 9 UU PIHU-Kuota Tambahan, pada Ayat (1) menegaskan kewenangan atribusi menteri untuk menetapkan tambahan kuota yang diberikan Arab Saudi. Ayat (2) memberi ruang pengaturan teknis melalui peraturan menteri, dengan tetap menjunjung asas transparansi dan keadilan.
"Pasal ini memadukan beschikking (penetapan konkret) dan regeling (pengaturan normatif)," ujar Rudy.
Dia menekankan pengaturan kuota haji dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 adalah refleksi konstitusionalisme Indonesia, menyeimbangkan keterbatasan eksternal (kuota dari Arab Saudi) dengan kebutuhan internal (hak warga negara).
Kemudian, pada Pasal 64 UU PIHU-Kuota Haji Khusus, menetapkan alokasi rigid sebesar 8 persen dari kuota dasar bagi haji khusus. Norma ini, kata Rudi, menjamin distributive justice tanpa mengganggu fleksibilitas kuota tambahan.
Baca Juga:
KPK Sisir Pembagian Kuota Haji untuk Travel di Wilayah Jatim |