Jakarta: Pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih hingga akhir 2025. Program ini dinilai sebagai cara baru membangun ekonomi gotong royong yang lebih modern, terorganisir, dan punya daya saing tinggi.
"Pemerintah menargetkan pendirian 80.000 unit Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih hingga akhir 2025 dan akan diluncurkan pada 12 Juli 2025. Ini adalah langkah besar yang mengafirmasi peran ekonomi rakyat berbasis kolektivitas, gotong royong, dan kemandirian usaha lokal," kata Ariyo Irhamna, Chief Economist BPP HIPMI dan Ekonom Universitas Paramadina, Selasa, 8 Juli 2025.
Ariyo menilai, koperasi selama ini kurang mendapat tempat dalam kebijakan ekonomi nasional. Padahal, jika dibina secara serius, koperasi bisa jadi tulang punggung ekonomi rakyat.
Ia juga menyoroti pentingnya penguatan koperasi secara kelembagaan. Tanpa itu, pembiayaan dari bank bisa berisiko dan tidak tepat sasaran.
"Skema pembiayaan dari bank-bank Himbara (BRI, Mandiri, BNI) dengan plafon Rp1 miliar hingga Rp3 miliar per koperasi, sebagaimana dijanjikan pemerintah, tentu sangat potensial dalam mendorong kegiatan ekonomi di desa. Namun, jika pembiayaan sebesar ini dijalankan tanpa fondasi koperasi yang kuat akan memicu risiko kredit macet," ujarnya.
Ariyo mengusulkan agar bank-bank BUMN ikut membentuk koperasi sekunder sebagai payung bagi koperasi primer di desa. Setiap bank bisa fokus pada sektor berbeda sesuai kekuatannya.
"Model ini memungkinkan pengelolaan risiko kredit yang lebih terukur, sambil menciptakan agregasi ekonomi koperasi secara sektoral maupun wilayah. BRI dapat membentuk entitas koperasi sekunder yang fokus pada sektor pertanian dan UMKM perdesaan, Mandiri pada sektor perdagangan dan jasa, sementara BNI pada sektor industri kecil-menengah. Dengan pendekatan berbasis sektor dan wilayah, maka potensi konflik kepentingan dan kompetisi tidak sehat antar koperasi dapat ditekan," lanjutnya.
Dengan pendekatan seperti ini, koperasi bisa naik kelas dan terkoneksi langsung ke rantai ekonomi modern. Akses pembiayaan jadi lebih sehat, manajemen lebih terstruktur, dan produk koperasi bisa lebih mudah masuk pasar.
Ariyo menambahkan, koperasi juga perlu dikelola secara profesional dan tidak lagi hanya dijadikan simbol atau program seremonial. Ia menyebut Indonesia punya semangat gotong royong, tapi butuh sistem yang kuat agar koperasi benar-benar berfungsi.
"Indonesia sedang mencari model ekonomi kerakyatan, koperasi memang harus menjadi pilar utama. Namun, pilar itu hanya akan kuat jika dibangun dengan fondasi kelembagaan yang kokoh," tegasnya.