Ilustrasi. Foto: dok MI/Atet Dwi.
Husen Miftahudin • 23 June 2025 17:59
Jakarta: Industri tembakau nasional dinilai terus mendapat cobaan dari regulasi dan cukai yang mencekik. Hal tersebut bakal membuat target penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) tahun ini tidak akan tercapai lagi.
Diketahui, target penerimaan CHT pada 2023 adalah Rp232,5 triliun, namun realisasinya hanya mencapai Rp213,48 triliun atau 91,78 persen dari target APBN. Sementara target penerimaan CHT untuk 2024 sebesar Rp230,4 triliun, namun realisasinya hanya Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target.
Adapun pada tahun ini pemerintah menetapkan target penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp230,09 triliun. Namun sampai bulan kelima tahun ini (Mei 2025), realisasinya baru mencapai Rp87 triliun atau sekitar 37,82 persen dari target.
"Penerimaan negara (dari cukai tembakau) tidak akan tercapai (tahun ini), karena produk-produk rokok yang tidak tercatat atau tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara (ilegal) semakin membanjiri tanah air," ketus Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 23 Juni 2025.
Selain banjirnya rokok ilegal, Agus juga menyampaikan terhambatnya penerimaan cukai tembakau tahun ini disebabkan oleh disetopnya pembelian tembakau oleh dua perusahaan rokok kretek besar PT Gudang Garam dan Nojorono di Temanggung. Hal itu memberikan dampak berganda (multiplier effect) roda ekonomi lokal dan nasional.
"Dampak tidak ada pembelian tembakau oleh dua perusahaan rokok kretek itu merupakan bencana ekonomi di Temanggung hingga 60 persen, bahkan bencana ekonomi akan merambah lebih luas di daerah sentra tembakau di Jawa Tengah," jelas dia.
Di sektor tembakau, kata ia, terdapat kurang lebih 700 ribu keranjang tembakau yang diserap PT Gudang Garam melalui sentra pembelian di Temanggung yang menyerap di enam kabupaten (Temanggung, Wonosobo, Kendal, Magelang, Boyolali, dan Kabupaten Semarang).
"Ilustrasinya di tahun terakhir pembelian 2023, uang yang beredar dari pabrikan Gudang Garam dalam kurun waktu tiga bulan pembelian satu keranjang tembakau dengan nilai pembelian rata rata Rp2,5 juta, maka uang yang beredar di sekitar Rp1,75 triliun yang hilang di ekonomi lokal. Dan itu menggerus ekonomi petani tembakau dan turunanannya seperti rontoknya tenaga kerja di desa-desa sentra tembakau, hancurnya pengrajin keranjang, dan lain-lain," bebernya.
Baca juga: Jutaan Batang Rokok Ilegal Dimusnahkan |