Parlemen Iran Setujui Penghentian Kerja Sama dengan Badan Atom PBB

Nuklir Iran menjadi perhatian besar bagi Amerika Serikat. Foto: Anadolu

Parlemen Iran Setujui Penghentian Kerja Sama dengan Badan Atom PBB

Fajar Nugraha • 26 June 2025 11:19

Teheran: Parlemen Iran (Majlis) pada Rabu 25 Juni 2025 secara resmi menyetujui rancangan undang-undang yang menangguhkan kerja sama Teheran dengan Badan Energi Atom Internasional PBB (IAEA), sebagai respons atas resolusi kontroversial yang dinilai bermotif politik dan menyudutkan Republik Islam Iran.

Menurut anggota presidium parlemen, Alireza Salimi, baik pasal umum maupun pasal khusus dalam rancangan undang-undang tersebut telah disahkan oleh mayoritas anggota parlemen. Berdasarkan ketentuan baru, para inspektur IAEA dilarang memasuki fasilitas nuklir Iran kecuali jika keamanan instalasi dan aktivitas nuklir damai Iran dijamin penuh oleh Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

Sebelum pemungutan suara, Ketua Parlemen Mohammad Baqer Qalibaf menyampaikan kritik tajam terhadap IAEA, yang dianggap gagal mengutuk serangan Amerika Serikat terhadap situs nuklir Iran.

“IAEA telah menjual kredibilitas internasionalnya. Oleh karena itu, Organisasi Energi Atom Iran akan menghentikan kerja sama dengan badan ini hingga keamanan fasilitas kami dijamin,” ujar Qalibaf di hadapan parlemen, seperti dilansir dari Press TV, Kamis 26 Juni 2025.

Qalibaf juga mengecam Kepala IAEA Rafael Grossi, yang disebut telah menjadi alat politik bagi rezim Zionis dan AS. Iran kini mempertimbangkan untuk memberlakukan larangan masuk terhadap Grossi sebagai tanggapan atas laporan-laporan biasnya yang digunakan sebagai dasar serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran pada 13 Juni lalu.


Respon terhadap resolusi Dewan Gubernur

Resolusi yang dikeluarkan Dewan Gubernur IAEA baru-baru ini didorong oleh Inggris, Prancis, dan Jerman, serta didukung oleh Amerika Serikat, menuduh Iran melanggar kewajiban pengamanan nuklirnya. Resolusi tersebut disahkan dengan 19 suara setuju, 11 abstain, dan 3 menolak (Rusia, Tiongkok, Burkina Faso).

Iran menilai resolusi itu memicu agresi militer Israel, termasuk penyerangan terhadap situs penting seperti Natanz, Fordow, dan Isfahan, yang menyebabkan tewasnya sejumlah ilmuwan nuklir dan komandan militer senior.

Deputi Menteri Luar Negeri Iran, Kazem Gharibabadi, menyatakan bahwa Grossi telah menjadi “komplotan dalam kejahatan Zionis dan AS.” Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Esmaeil Baghaei, menyebut tindakan Grossi sebagai bentuk “pengkhianatan terhadap rezim non-proliferasi.”

Meski menghadapi tekanan, Qalibaf menegaskan bahwa program nuklir damai Iran akan terus berjalan dengan kecepatan lebih tinggi. Ia juga mengklaim bahwa Israel gagal menghentikan program pengayaan Iran, justru mengalami kerugian besar di bidang militer dan kehilangan rasa aman di wilayah pendudukan.

“Iran belum mengerahkan seluruh kemampuannya, termasuk dalam sektor energi global. Kita akan terus memperkuat posisi strategis negara ini dengan dukungan rakyat di dalam dan luar negeri,” ujar Qalibaf.

Sementara itu, Kepala Organisasi Energi Atom Iran Mohammad Eslami menegaskan bahwa Iran akan mengambil semua langkah hukum untuk mempertahankan hak-haknya dan meminta pertanggungjawaban IAEA atas kelalaiannya dalam menghadapi serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.

Dalam surat resminya kepada Grossi pekan lalu, Eslami menuding IAEA telah melanggar konvensi internasional, termasuk Piagam PBB, Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), dan standar keselamatan nuklir internasional lainnya.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)