Kerusuhan yang terjadi di Sudan. Foto: Anadolu
Khartoum: Serangan brutal yang dilakukan oleh kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) telah menyebabkan ratusan warga sipil tewas, termasuk anak-anak, di Negara Bagian White Nile, Sudan. Informasi ini dikonfirmasi oleh pejabat pemerintah Sudan dan kelompok hak asasi manusia pada Selasa 18 Februari 2025.
Kementerian Luar Negeri Sudan menyatakan bahwa dalam beberapa hari terakhir, RSF secara sengaja menyerang warga sipil di desa-desa sekitar Al Gitaina. Serangan ini diduga terjadi setelah kelompok paramiliter tersebut mengalami kekalahan telak dari militer Sudan.
“Jumlah korban jiwa mencapai 433 orang,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Sudan, seperti dikutip dari TRT World, Rabu 19 Februari 2025.
Sementara itu, Komite Sementara Serikat Dokter Sudan melaporkan angka kematian sedikit lebih rendah, yakni sekitar 300 orang.
Kelompok pengacara darurat, Emergency Lawyers, yang memantau pelanggaran terhadap warga sipil, menyatakan bahwa lebih dari 200 orang tewas dalam serangan RSF dalam tiga hari terakhir.
“Serangan ini mencakup eksekusi, penculikan, penghilangan paksa, penjarahan, serta penembakan terhadap warga yang mencoba melarikan diri,” ungkap kelompok tersebut dalam pernyataannya.
Menteri Kebudayaan dan Informasi Sudan, Khalid Ali Aleisir, melalui akun Facebook pribadinya menyebut bahwa serangan terbaru RSF di desa Al Kadaris dan Al Khalwat merupakan bagian dari pola kekerasan sistematis terhadap warga sipil tak bersenjata.
Perang yang menewaskan puluhan ribu
Perang antara militer Sudan dan RSF telah menyebabkan lebih dari 24.000 orang tewas dan memaksa lebih dari 14 juta penduduk atau sekitar 30 persen dari populasi Sudan mengungsi, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Diperkirakan 3,2 juta warga Sudan telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, termasuk Ethiopia, Mesir, Chad, dan Republik Afrika Tengah.
Sepanjang tahun 2024, Kantor Hak Asasi Manusia PBB mencatat lebih dari 4.200 kematian warga sipil. Namun, jumlah sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi. Badan Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) pada Senin mengajukan permohonan dana kemanusiaan sebesar USD6 miliar untuk membantu sekitar 21 juta warga Sudan yang terdampak perang, serta jutaan lainnya yang mengungsi ke luar negeri.
“Krisis kemanusiaan ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya, baik dalam skala maupun dampaknya,” ujar Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB, Tom Fletcher.
“Situasi ini membutuhkan respons global yang luar biasa besar dan berkomitmen,” imbuh Fletcher.
Sementara itu, Menteri Pembangunan Internasional Norwegia, Åsmund Aukrust, mengecam eskalasi kekerasan yang terus meningkat di Sudan.
“Saya sangat prihatin dengan meningkatnya jumlah korban sipil akibat konflik yang semakin intensif di Sudan. Saya juga terkejut dengan laporan mengenai serangan membabi buta terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil. Semua serangan ini harus segera dihentikan,” tegasnya dalam sebuah pernyataan resmi yang dirilis oleh pemerintah Norwegia.
Hingga kini, tidak ada tanda-tanda bahwa perang di Sudan akan segera berakhir, meskipun berbagai upaya mediasi internasional telah dilakukan. Amerika Serikat bahkan secara resmi menyatakan bahwa RSF dan kelompok sekutunya telah melakukan genosida di Sudan.
(Muhammad Reyhansyah)