Riza Aslam Khaeron • 29 October 2025 15:12
Jakarta: Penemuan partikel mikroplastik dalam air hujan di Jakarta telah menggemparkan publik dan komunitas ilmiah. Dalam laporan resmi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diterbitkan pada 17 Oktober 2025, terungkap bahwa setiap sampel air hujan di Ibu Kota mengandung partikel mikroplastik berbahaya.
Fenomena ini menegaskan bahwa polusi plastik tidak lagi terbatas pada tanah dan laut, tetapi juga telah menyusupi atmosfer dan kembali turun dalam bentuk hujan.
Penelitian yang dipimpin oleh Muhammad Reza Cordova ini mengungkap bahwa sumber mikroplastik tersebut berasal dari aktivitas manusia—mulai dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, hingga sisa pembakaran sampah plastik.
Temuan ini menjadi alarm keras bahwa perilaku masyarakat urban modern telah menciptakan "siklus plastik" yang menyelimuti langit Jakarta. Lantas, apa saja dampak buruk dari hujan mikroplastik terhadap kesehatan manusia? Berikut pembahasannya.
1. Stroke, Serangan Jantung, dan Kematian Mendadak
Mikroplastik telah ditemukan di plak arteri karotis—pembuluh utama penyuplai darah ke otak.
Melansir BBC, peneliti dari Italia pada tahun 2024
publikasi the New England Journal of Medicine menemukan bahwa individu dengan penyakit jantung tahap awal yang membawa mikroplastik dalam plaknya menghadapi risiko 4,5 kali lipat lebih tinggi terkena stroke, serangan jantung, atau kematian mendadak dalam tiga tahun.
2. Risiko Demensia dan Kerusakan Otak
Pada otak manusia yang telah meninggal, mikroplastik ditemukan dalam jumlah besar.
Penelitian tahun 2025 publikasi Nature Medicine menemukan mereka yang sebelumnya menderita demensia tercatat memiliki hingga 10 kali lebih banyak partikel plastik di otaknya dibanding yang sehat.
Mekanisme masuknya diduga melalui aliran darah dan menembus sawar darah otak yang rusak.
3. Kerusakan Tulang dan Otot
Melansir BBC,
penelitian dari Tiongkok publikasi the
Innovation Medicine tahun 2024 menemukan zat-zat mikroplastik di jaringan tulang dan otot rangka pasien operasi sendi. Jenis partikel tertentu terbukti menghambat pertumbuhan sel tulang dan otot, berisiko menurunkan kemampuan fisik dan kebugaran jangka panjang.
4. Peningkatan Risiko Kanker
Mikroplastik diduga memperparah respons peradangan, yang dapat memicu pembentukan tumor dan perkembangan kanker. Secara khusus, hubungan dicurigai antara mikroplastik dalam saluran pencernaan dan kanker kolorektal.
"Sejumlah studi menunjukkan bahwa mikroplastik dapat memperkuat respons peradangan, dan ini sangat mengkhawatirkan," ujar Verena Pichler, profesor madya kimia farmasi di Universitas Wina, Austria kepada BBC.
"Jika respons inflamasi berlangsung lama atau terus dipicu oleh paparan plastik yang berkelanjutan, hal ini dapat berdampak pada pembentukan tumor dan perkembangan penyakit. Meskipun peran langsung mikroplastik dalam menyebabkan kanker masih diteliti, basis data dan studi ilmiah yang ada menunjukkan adanya kaitan yang mungkin," tambah Pichler.
5. Penyebaran Resistensi Obat (AMR)
Penelitian dari Tiongkok tahun 2025 publikasi Environmental International menemukan beberapa partikel mikroplastik menjadi tempat menempelnya gen resistensi antimikroba. Ini memungkinkan bakteri dan patogen menjadi kebal terhadap antibiotik, memperparah ancaman infeksi global yang sulit diobati.
6. Mengganggu Efektivitas Obat Kanker
Penelitian dari Tiongkok tahun 2024 publikasi Molecular Cancer menemukan nanoplastik yang tertelan oleh pasien kanker dapat mengikat molekul obat, membatasi pelepasan bahan aktif ke dalam tumor. Ini berpotensi menurunkan keberhasilan pengobatan dan memperburuk prognosis penyakit
Fenomena hujan mikroplastik di Jakarta bukan sekadar persoalan lingkungan, melainkan ancaman nyata bagi
kesehatan publik. Dengan temuan partikel plastik dalam organ vital seperti otak, jantung, tulang, dan bahkan di dalam tumor, jelas bahwa siklus plastik yang diciptakan manusia kini kembali menghantui tubuh kita sendiri.
Paparan kronis terhadap mikroplastik dapat mempercepat penuaan, memperparah penyakit, mengganggu kerja obat, hingga menambah beban peradangan tubuh secara diam-diam.
Oleh karena itu, respons terhadap ancaman ini tidak bisa ditunda—diperlukan regulasi ketat, reformasi dalam pengelolaan limbah plastik, dan edukasi publik yang serius agar polusi dari langit tidak berubah menjadi bencana
kesehatan nasional.