Ilustrasi kedai Starbucks. (MI)
Muhammad Reyhansyah • 4 November 2025 12:10
                        Beijing: Raksasa kopi dunia Starbucks mengumumkan akan menjual 60 persen saham bisnisnya di Tiongkok kepada perusahaan investasi Boyu Capital dalam kesepakatan senilai USD4 miliar atau sekitar Rp66 triliun.
Dalam perjanjian tersebut, Starbucks akan tetap mempertahankan 40 persen kepemilikan pada operasi ritelnya di Tiongkok serta hak atas merek Starbucks di negara tersebut. Perusahaan menilai nilai keseluruhan bisnis ritelnya di Tiongkok mencapai USD 13 miliar.
Starbucks pertama kali memasuki pasar Tiongkok pada 1999 dan kini menjadi pasar terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Namun dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan menghadapi persaingan ketat dari merek lokal, terutama Luckin Coffee, yang menarik konsumen melalui harga lebih terjangkau dan strategi promosi agresif.
Kantor pusat operasional Starbucks di Tiongkok akan tetap berlokasi di Shanghai. Saat ini, jaringan tersebut mengoperasikan sekitar 8.000 gerai, dengan rencana ekspansi ambisius hingga 20.000 lokasi dalam beberapa tahun mendatang.
Dikutip dari BBC, Selasa, 4 November 2025, Starbucks menyebut kemitraan dengan Boyu sebagai “tonggak penting” yang mencerminkan komitmen pertumbuhan jangka panjang perusahaan di Tiongkok. Kolaborasi ini disebut akan memadukan kekuatan merek global Starbucks dengan pemahaman Boyu terhadap perilaku konsumen lokal.
Kesepakatan diharapkan rampung tahun depan. Starbucks juga berencana memperkenalkan varian minuman baru serta memperluas platform digital untuk memperkuat keterlibatan pelanggan di pasar Tiongkok.
Boyu Capital merupakan perusahaan ekuitas swasta dengan investasi di sektor ritel, keuangan, dan teknologi, dan memiliki kantor di Shanghai, Hong Kong, dan Singapura.
Langkah ini muncul setelah berbulan-bulan spekulasi mengenai masa depan Starbucks di Tiongkok, terutama setelah mantan CEO Laxman Narasimhan menyatakan perusahaan tengah menjajaki kemitraan strategis guna memperkuat daya saing di pasar terbesar kedua dunia itu.
Kesepakatan dengan Boyu menjadi salah satu transaksi terbesar perusahaan global di Tiongkok dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, Yum! Brands melepas operasi KFC dan Pizza Hut di negara itu pada 2016 setelah menghadapi tekanan pasar yang berat.
Perusahaan-perusahaan besar asal AS lainnya, seperti Gap dan Uber, juga mengalami kesulitan serupa di pasar Tiongkok.
Penurunan penjualan Starbucks di Tiongkok disebabkan oleh pandemi Covid-19, menurunnya daya beli konsumen, dan kompetisi lokal yang agresif. Luckin Coffee kini bahkan memiliki jumlah gerai lebih banyak dibandingkan Starbucks.
Untuk bersaing, Starbucks telah menurunkan harga produk, meski langkah itu menekan margin keuntungan.
Sejak menjabat tahun lalu, CEO Brian Niccol—mantan pimpinan Chipotle—memimpin upaya restrukturisasi global Starbucks, termasuk pembaruan menu, rekrutmen barista tambahan, serta pengurangan otomatisasi di gerai. Saat ini, jaringan Starbucks memiliki lebih dari 40.000 gerai di seluruh dunia.
Baca juga:  Menkeu Purbaya Ancam Pecat Pegawai Bea Cukai yang Nongkrong di Starbucks