Pengamat: Bermasalah Sejak Awal, Revisi UU TNI Harus Dihentikan

Ilustrasi. Foto: Medcom

Pengamat: Bermasalah Sejak Awal, Revisi UU TNI Harus Dihentikan

Rahmatul Fajri • 17 March 2025 14:44

Jakarta: Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi meminta pembahasan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus segera dihentikan. Sebab, pembahasan bakal beleid tersebut sudah melanggar prosedur pembentukan Undang-Undang. 

"Pelanggaran yang dimaksud adalah RUU Revisi UU TNI tidak sah menjadi RUU prioritas 2025. Hal itu berakibat secara hukum bahwa pembahasan RUU Revisi UU TNI tidak memiliki dasar hukum, sehingga harus segera dihentikan," kata Fajri melalui keterangannya, Senin, 17 Maret 2025. 

Ia mengatakan revisi UU TNI tidak masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas yang disahkan para 19 November 2025. Bahkan, revisi UU TNI tidak tercantum dalam 18 RUU prioritas pada RPJMN 2025-2029.

:Hal itu membuktikan bahwa dokumen teknokratik milik pemerintah sendiri tidak menganggap revisi terhadai UU TNI menjadi kebutuhan prioritas," ungkap dia.
 

Baca juga: 

Dasco Sebut Revisi UU TNI Cuma Ubah 3 Pasal


Fajri mengatakan pengambilan keputusan revisi UU TNI dilaksanakan pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang DPR RI ke-13, 18 Februari 2025, juga terdapat kejanggalan. Pertama, pengambilan keputusan untuk memasukan revisi UU TNI tidak masuk dalam agenda rapat paripurna. 

"Secara tiba-tiba, Ketua Sidang pada saat itu, Adies Kadir (Wakil Ketua DPR RI, Fraksi Golkar), meminta persetujuan anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna untuk menyetujui dimasukannya revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 sebelum keseluruhan agenda rapat dilaksanakan," sebut dia.

Ia menjelaskan dalam Pasal 290 ayat (2) Tatib DPR RI, perubahan agenda rapat, termasuk rapat paripurna hanya dapat dilakukan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus). Pengajuan juga harus disampaikan paling lambat 2 hari sebelum Bamus dilaksanakan.

"Namun hal itu tidak dilaksanakan dalam kasus ini, terbukti sejak awal tidak ada agenda tersebut yang dibacakan oleh Ketua Rapat Paripurna," ujar dia.

Kedua, pertimbangan untuk memasukan revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 justru adalah Surat Presiden Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025. Padahal pertimbangan utama seharusnya berasal dari Badan Legislasi, bukan desakan dari Presiden melalui Surat Presiden tersebut.

Fajri mengatakan catatan lain yang dapat menjadi dasar untuk mendorong penghentian pembahasan revisi UU TNI adalah pembahasan yang tidak transparan. Ia menilai DPR tidak mempublikasikan draft revisi UU TNI kepada publik melalui jalur resminya, termasuk melalui website resmi DPR RI. 

Hal itu berdampak kepada publik yang tidak dapat berpartisipasi penuh karena tidak memiliki pengetahuan mendalam akan ketentuan-ketentuan yang sedang dibahas. Pembahasan RUU Revisi UU TNI di luar Gedung DPR RI menjadikan pembahasan semakin tertutup dan membatasi akses publik untuk memantau. 

"Praktik ugal-ugalan pembahasan RUU revisi UU TNI merupakan cerminan dari praktik legislasi pada 10 tahun terakhir, sehingga menjadi alarm kuat untuk masyarakat sipil dan akademisi untuk mengantisipasi praktik yang berulang dan lebih luas," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)