Jakarta: Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan skandal seksual bertema 'fantasi sedarah'. Seorang pria bernama MS, ditangkap karena melakukan pencabulan terhadap tiga anak, termasuk dua keponakannya sendiri, dan menyebarkan konten cabulnya ke grup Facebook bernama "Fantasi Sedarah".
Hal ini terungkap dalam penyelidikan Polri yang menyebut bahwa sebagian besar korban tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban pelecehan seksual.
"Sampai dengan saat ini itu tidak ada keterpaksaan, karena mereka juga tidak sadar kalau mereka dilakukan pencabulan atau pelecehan terhadap dirinya," ujar Brigjen Nurul Azizah, Jakarta, 22 Mei 2025.
Kasus ini kembali memunculkan perdebatan publik mengenai batas-batas hubungan darah, hukum Indonesia maupun akidah agama sudah jelas melarang adanya hubungan sedarah.Namun, berbeda dengan hubungan sedarah antar saudara maupun anak dan orang tua, hubungan antar sepupu diperbolehkan dalam Islam, benarkah? berikut penjelasannya.
Sepupu Bukan Mahram: Penjelasan Dasar Syariat
Mengutip tulisan NU Lampung pada 12 November 2023, dalam hukum Islam, menikahi mahram, yaitu kerabat yang haram dinikahi secara permanen (hurmah mu'abbadah), jelas dilarang. Termasuk dalam kategori mahram adalah ibu, anak perempuan, saudara kandung, bibi dari ayah atau ibu, serta keponakan perempuan. H
Hal ini berdasarkan surat An-Nisa ayat 23:
"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua permpuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Namun, sepupu—baik dari pihak ayah maupun ibu—tidak termasuk dalam daftar mahram. Maka dari itu, secara syar'i hubungan pernikahan antar sepupu adalah halal dan diperbolehkan.
Salah satu bukti konkret bahwa pernikahan antar sepupu diperbolehkan dalam Islam adalah pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Zaynab binti Jahsy. Zaynab adalah anak dari Umayma binti Abdul Muthalib, saudari kandung ayah Nabi. Artinya, Zaynab adalah sepupu Nabi sendiri.
Pernikahan ini bahkan terjadi atas perintah langsung dari Allah SWT sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 37.
Anjuran untuk Tidak Menikah dengan Kerabat Dekat
Meski halal, sejumlah ulama besar seperti Imam Al-Ghazali dan Imam Asy-Syafi’i menyarankan agar umat Islam menghindari pernikahan dengan kerabat dekat, termasuk sepupu. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin mengutip hadis:
"La tankihul qarabata al-qaribata fa inna al-walada yukhlaqu dha'wiya"
Artinya: "Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan terlahir dalam kondisi lemah."
Ia menjelaskan bahwa syahwat biologis justru lebih kuat ketika berinteraksi dengan yang asing, sehingga hubungan dengan kerabat dekat cenderung mengurangi hasrat seksual dan berdampak pada keturunan.
Sementara itu, Imam Al-Bujairami menilai hubungan sesama kerabat dekat berisiko melahirkan keturunan yang kurang cerdas. Maka dalam pandangan beliau, menikahi kerabat dekat termasuk makruh.
Menikahi sepupu dalam Islam jelas diperbolehkan, baik dari sisi hukum syariat maupun dari teladan Nabi. Namun demikian, sejumlah ulama menekankan adanya dampak negatif dalam aspek medis, psikologis, maupun sosial. Oleh karena itu, meskipun halal, umat Islam dianjurkan untuk mempertimbangkan faktor-faktor tersebut sebelum memutuskan menikahi sepupu sendiri.
Penting untuk membedakan antara hubungan halal yang diatur oleh syariat dengan penyimpangan seksual seperti 'fantasi sedarah' yang belakangan terjadi, yang jelas-jelas haram dan bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.