Konferensi pers kasus grup facebook Fantasi Sedarah. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Jakarta: Kasus grup Facebook 'Fantasi Sedarah' kembali mengguncang publik. Pada Kamis, 22 Mei 2025, Polri mengungkap bahwa para pelaku menyebarkan konten pornografi yang melibatkan korban dengan hubungan kekerabatan dekat, bahkan ada yang merupakan adik ipar dan keponakan sendiri.
Dalam penyidikan terungkap bahwa beberapa korban bahkan tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban pelecehan seksual. Skandal ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat: apakah pernikahan sedarah atau incest diperbolehkan oleh hukum di Indonesia? Berikut penjelasan lengkapnya.
Dilarang oleh Undang-Undang Perkawinan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, pernikahan sedarah jelas dilarang. Hal ini tercantum dalam Pasal 8, yang menyebutkan:
"
Perkawinan dilarang antara dua orang yang: a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya...."
Dengan demikian, pernikahan antara ayah dan anak, ibu dan anak, kakak dan adik, paman dan keponakan, atau antara saudara sepupu terdekat yang masih dalam satu garis keturunan lurus atau menyamping dinyatakan tidak sah dan tidak diizinkan oleh hukum.
Alasan pelarangan perkawinan sedarah tidak hanya berdasar norma hukum, tetapi juga menyangkut aspek moral, etika agama, serta aspek biologis. Dalam banyak agama, incest merupakan tindakan yang haram atau sangat dilarang. Selain itu, dari sisi medis, hubungan sedarah meningkatkan risiko kelahiran anak dengan kelainan genetik.
Meskipun perkawinan sedarah secara eksplisit tidak dikriminalisasi dalam KUHP, praktik tersebut dapat berujung pada pelanggaran pidana apabila dilakukan terhadap anak-anak, atau melibatkan unsur kekerasan, bujuk rayu, eksploitasi, maupun rekaman pornografi. Dalam kasus "Fantasi Sedarah", pelaku dijerat dengan pasal-pasal pornografi, perlindungan anak, dan kekerasan seksual.
"Korban tidak menyadari kalau mereka dilakukan pencabulan atau pelecehan terhadap dirinya," ujar Brigjen Nurul Azizah dari Bareskrim Polri, Kamis, 22 Mei 2025, mengutip pernyataan korban yang merupakan anak-anak.
Selain pasal-pasal di luar Undang-Undang Perkawinan, hukum positif Indonesia juga memberikan sanksi administratif dan hukum terhadap perkawinan sedarah.
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pegawai pencatat perkawinan wajib menolak dan tidak diperbolehkan membantu melangsungkan perkawinan jika terdapat pelanggaran Pasal 8. Jika melanggar, pejabat dapat dikenakan sanksi administratif atau hukuman jabatan.
Lebih lanjut, Pasal 22 mengatur bahwa perkawinan yang bertentangan dengan syarat sah dalam undang-undang, termasuk larangan sedarah, dapat dibatalkan oleh pengadilan. Artinya, meskipun sudah terjadi secara administratif atau adat, status hukum perkawinan dapat dianggap tidak pernah ada apabila dibatalkan melalui jalur hukum.