KKP Berhasil Selamatkan Potensi Kerugian Rp13,6 Triliun Akibat Illegal Fishing

Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono. Foto: dok KKP.

KKP Berhasil Selamatkan Potensi Kerugian Rp13,6 Triliun Akibat Illegal Fishing

Husen Miftahudin • 6 June 2025 15:47

Jakarta: Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan dalam periode 2020 hingga 2025, pihaknya berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp13,6 triliun akibat praktik penangkapan ikan ilegal (illegal fishing).

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), selama periode tersebut sebanyak 920 kapal ikan ilegal berhasil ditangkap. Dari jumlah itu, 736 kapal merupakan milik pelaku dalam negeri, sementara 184 kapal berasal dari luar negeri.

"Lebih dari Rp 13 triliun kira-kira kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari illegal fishing," ujar Trenggono dalam keterangannya di acara International Day for The Fight Against Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing 2025, dikutip Jumat, 6 Juni 2025.

Trenggono menuturkan selalu ada saja kapal-kapal asing yang tertangkap karena memasuki wilayah laut Indonesia untuk mengambil ikan secara ilegal. Namun demikian, penangkapan ilegal tidak hanya dilakukan oleh pelaku dari luar negeri, tetapi juga oleh nelayan dalam negeri.

Dia menerangkan illegal fishing bukan hanya soal kapal asing yang mencuri ikan, tapi juga mencakup praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan, transhipment atau proses memindahkan muatan secara ilegal, pelanggaran wilayah tangkap, dan lain sebagainya yang banyak dilakukan oleh pelaku dari dalam negeri.  

"Setiap tahun, setiap bulan bahkan, itu selalu ada saja yang ditangkap dari wilayah luar yang masuk untuk mengambil ikan di wilayah laut kita. Dan penangkapan ini sebenarnya tidak hanya dari luar, tapi juga dari dalam sendiri," terangnya. 

Dia mengungkapkan volume tangkapan ikan Indonesia setiap tahun mencapai 7,5 juta ton, namun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor ini tidak sebanding. Apabila dihitung hanya 10 persen dari total tangkapan ikan nasional, yakni sekitar 750 ribu ton, lalu nilainya dihitung Rp 12 ribu per kilogram, maka negara seharusnya bisa menerima Rp9 triliun. "Namun kenyataannya, PNBP yang kita peroleh hanya sekitar Rp1 triliun," ungkap dia.
 

Baca juga: 7 WNI Pelaku Ilegal Fishing di Selat Malaka Ditangkap


(Ilustrasi. Foto: MI/Oky)
 

Perlu pengawasan dan pemeriksaan ketat 


Trenggono pun menegaskan perlunya pengawasan dan pemeriksaan yang ketat terhadap pelaku usaha penangkapan ikan di Indonesia. Dia mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa badan hukum pelaku usaha, termasuk kepatuhan dalam pembayaran pajak.

"Kita selalu didemo soal harga dan kebijakan, padahal pendapatan negara dari sektor ini kecil. Coba BPK periksa badan hukumnya, bayar pajaknya benar atau enggak," imbuhnya.

Trenggono juga menyinggung kebijakan Penangkapan Ikan Terukur yang telah memiliki dasar hukum melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023. Kebijakan ini dirancang untuk menciptakan sistem penangkapan yang terkendali dan berkelanjutan. Namun, hingga kini kebijakan tersebut dianggap belum berjalan efektif.

Dari sisi produksi, Indonesia mencatat volume hasil perikanan (di luar rumput laut) mencapai lebih dari 13 juta ton. Namun, kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar dua persen. Angka ini dianggap belum mencerminkan potensi sesungguhnya dari sektor kelautan dan perikanan. "Ini yang terus saya perjuangkan selama empat tahun menjabat," jelasnya.

Menurut Trenggono, nelayan tidak akan pernah sejahtera selama nilai tukar nelayan (NTN) hanya berada di angka 104-105. Target ideal menurutnya adalah nilai tukar 200, yang akan menjamin kesejahteraan nelayan secara nyata. "Kalau hanya 105, nelayan dari miskin ya tetap miskin. Oleh karena itu, KKP membangun kampung nelayan sebagai salah satu solusi," imbuh Trenggono.

Pada akhir 2023, salah satu kampung nelayan diresmikan dengan fasilitas produksi yang terintegrasi. Sarana ini mencakup pabrik es, cold storage, dan akses logistik yang efisien. Sebelumnya, nelayan harus membeli es dari lemari pendingin kecil dan mengangkut ikan dengan sepeda motor ke pasar.

Kini, hasil tangkapan langsung didinginkan dan disimpan di fasilitas yang layak, sebelum dikirim menggunakan kontainer. Dampaknya, pendapatan nelayan diklaim meningkat dari Rp3 juta menjadi Rp6 juta per bulan. "Kami tidak fokus pada membangun rumahnya, tapi pada produktivitas dan kualitas hidup mereka," tegas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)