M Sholahadhin Azhar • 8 September 2025 22:42
Jakarta: Generasi muda didorong berkontribusi aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. Dorongan itu diinisiasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Pusat Studi Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT), bekerja sama dengan Yayasan Partisipasi Muda (YPM).
"Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi salah satu kunci penting dalam menghadapi krisis lingkungan," kata Co-chairperson Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) No-Trash Triangle Initiative, Amelia Tungka, dalam keterangan yang dikutip Senin, 8 September 2025.
Hal tersebut diungkap Amelia dalam program “Academia Politica” di Kota Manado. Agenda bertema "Krisis Iklim & Wisata Laut Manado: Ko Pikir Cuma Ko Yang Stress? Terumbu Karang Juga Jo! Laut So Nda Enak Lagi For Healing!" itu fokus menggandeng anak muda melek lingkungan.
Amelia mencontohkan hal sederhana yang dapat dilakukan anak muda. Misalnya, membuang sampah sesuai jenis, yakni sampah plastik, sampah besi, atau sampah kertas.
Menurut Amelia, kategoriasasi sampah merupakan hal sederhana namun sangat penting. Sebab, mendorong terjadinya proses daur ulang dan mengurangi limbah dari hulu.
Executive Director Yayasan Partisipasi Muda (YPM), Neildeva Despendya, sepakat dengan hal itu. Bahkan, kata dia, pelestarian lingkungan berkaitan erat dengan isu politik.
"Untuk itu, penting sekali agar orang muda peduli," kata Neildeva.
Kepala Bidang Pemanfaatan Ruang Laut dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Sulut Audy Dien menyoroti pentingnya kawasan konservasi perairan. Hal itu dinilai sebagai solusi berbasis alam untuk mitigasi bencana pesisir.
"Saya mendorong generasi muda mengadopsi gaya hidup ramah laut melalui kolaborasi lintas pihak," ajak dia.
Di sisi lain, Dekan FISIP UNSRAT, Ferry Daud, mengingatkan anak muda aktif terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik. Sebab, hal itu adalah kunci menciptakan perubahan berkelanjutan.
Guru Besar Konservasi Tanah dan Air Universitas Sam Ratulangi Zetly Estefanus Tamod ingin anak muda melihat secara jernih. Khususnya penyebab percepatan krisis iklim.
Menurut Zetly, percepatan ini dipicu aktivitas seperti emisi gas rumah kaca, deforestasi, dan industrialisasi. Sehingga, target penurunan emisi melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 serta Peraturan Presiden terkait SDGS, mesti didukung penuh.