Ilustrasi. Foto: dok PTPN VI.
Insi Nantika Jelita • 14 July 2025 20:48
Jakarta: Meskipun Indonesia dan Uni Eropa telah mencapai kesepakatan perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), hal ini dinilai belum pasti mendorong peningkatan ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke kawasan tersebut
Menurut Ketua Umum (Ketum) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono, kesepakatan IEU-CEPA lebih banyak menyasar penghapusan hambatan tarif. Sementara, tantangan utama ekspor sawit Indonesia ke Eropa justru berasal dari hambatan nontarif. Seperti, regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku pada akhir 2025.
"Karena ada hambatan nontarif, jadi belum tentu dengan selesainya IEU-CEPA otomatis ekspor CPO akan meningkat kalau EUDR sudah diberlakukan," kata Eddy kepada Media Indonesia, Senin, 14 Juli 2025.
Eddy menegaskan EUDR merupakan regulasi terpisah dari IEU-CEPA dan tidak secara otomatis dihapuskan dengan kesepakatan perdagangan tersebut. Oleh karena itu, penyelesaian isu EUDR juga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pelaku industri.
"Kalau kita tidak bisa comply atau menaati ketentuan EUDR, maka penyelesaian EUDR juga harus menjadi perhatian bersama," ucap dia.
Di satu sisi, Eddy menyampaikan Indonesia sejatinya telah menunjukkan komitmen terhadap prinsip keberlanjutan. Pemerintah telah menerapkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) secara wajib, dan banyak pelaku usaha juga telah mengikuti standar internasional seperti RSPO dan ISCC.
"Dengan adanya ISPO dan sertifikasi global lain yang diikuti pelaku industri, seharusnya aspek keberlanjutan sudah dapat dijawab," jelasnya.
Baca juga: Gegara Tarif Trump, Ekspor Minyak Sawit Indonesia ke AS Terancam Jeblok hingga 20% |