Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra. Foto: EFE-EPA
Muhammad Reyhansyah • 29 August 2025 14:56
Bangkok: Mahkamah Konstitusi Thailand akan memutuskan pada 29 Agustus apakah Perdana Menteri yang tengah diskors, Paetongtarn Shinawatra, akan dicopot dari jabatannya terkait penanganan sengketa perbatasan dengan Kamboja.
Mengutip dari The Straits Times, Jumat, 29 Agustus 2025, Paetongtarn, putri mantan perdana menteri miliarder kontroversial Thaksin Shinawatra, diskors pada Juli lalu setelah rekaman teleponnya dengan mantan pemimpin kuat Kamboja Hun Sen bocor ke publik.
Jika dicopot, Thailand berpotensi menghadapi krisis
politik, karena tidak ada kandidat jelas yang mampu memimpin koalisi rapuh di parlemen.
Kasus ini bermula dari panggilan telepon pada Juni, ketika Paetongtarn menyebut Hun Sen sebagai “paman” dan merujuk pada seorang komandan militer Thailand sebagai “lawan.” Sikap tersebut memicu kemarahan di dalam negeri, terutama di kalangan militer yang berpengaruh besar.
Oposisi konservatif menudingnya merendahkan martabat Thailand dan melemahkan militer, sementara mitra utama koalisinya bahkan keluar dari pemerintahan, hampir mengguncang stabilitas kabinetnya.
Kelompok senator kemudian mengajukan kasus ke Mahkamah Konstitusi dengan tuduhan bahwa ia telah melanggar syarat konstitusional yang menuntut menteri menunjukkan “integritas nyata” dan “standar etika tinggi.”
Publikasi penuh rekaman telepon oleh Hun Sen semakin memperburuk hubungan Thailand–Kamboja. Pada Juli, ketegangan meningkat hingga memicu bentrokan militer paling mematikan dalam puluhan tahun, menewaskan lebih dari 40 orang dan membuat 300.000 warga mengungsi dari wilayah perbatasan.
Paetongtarn adalah perdana menteri keenam dari gerakan politik keluarga Shinawatra yang menghadapi Mahkamah Konstitusi. Dari semua kasus sebelumnya, hanya Thaksin yang berhasil bertahan, sementara lainnya dicopot karena berbagai alasan, mulai dari dugaan korupsi hingga hal sepele seperti tampil di acara memasak TV.
Pertarungan politik Thailand selama dua dekade terakhir memang didominasi konflik antara elit konservatif pro-militer dan pro-monarki dengan klan Shinawatra, yang dianggap mengancam tatanan tradisional kerajaan.
Jika Paetongtarn diberhentikan, proses suksesi tampak rumit. Berdasarkan konstitusi, hanya kandidat yang telah diajukan pada pemilu 2023 yang bisa dipilih kembali sebagai perdana menteri. Namun, sebagian dari sembilan nama yang tersedia sudah tidak memenuhi syarat, kehilangan dukungan, atau menghadapi masalah hukum dan kesehatan.
Opsi pemilu baru muncul sebagai solusi logis, tetapi tidak jelas apakah PM sementara Phumtham Wechayachai memiliki kewenangan memanggil pemilu, ataukah hal itu hanya bisa dilakukan perdana menteri yang dipilih parlemen.